REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejumlah aktivis dan praktisi hukum menilai, posisi Muhammad Nazaruddin (Bendahara Umum DPP Partai Demokrat) terkesan sulit 'tersentuh' hukum karena diduga tahu banyak mengenai aliran keuangan partai. Demikian pendapat yang dirangkum di Jakarta, Kamis (19/5), dari Sonny Pangkey (aktivis GMNI), Hatta Taliwang (aktivis Depan) dan Budiman (praktisi hukum).
"Selaku bendahara umum dia tahu banyak. Pastinya begitu. Terlalu banyak yang bendahara umum tahu. Jika dia diapa-apain, bisa saja terungkap yang lain (tak hanya kasus suap Sesmenpora). Repot khan," ujar Sonny Pangkey dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Sebelumnya, dalam suatu pernyataan kepada pers, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadan Pohan mengatakan, sebelum ada keputusan di depan hukum, Muhammad Nazaruddin tetap menjadi bendahara umum. Tetapi Ketua DPP Partai Demokrat Kastorius Sinaga menyatakan, Dewan Kehormatam telah menyiapkan dua opsi untuk Nazaruddin, yaitu pemecatan dan pengunduran diri.
Sementara itu, salah seorang aktivis Dewan Penyelamat Negara (Depan) Hatta Taliwang mengatakan, apa yang disentuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekarang, yakni mafia APBN (khusus dalam kasus suap Sesmenpora) harus mendapat dukungan semua pihak. "Karena Presiden pun sudah menyatakan mendukungnya," ujarnya.
Tapi ia mengingatkan KPK agar lebih berani bertindak, jangan ada istilah 'ewuh pakewuh', meski ini mengenai jantung partai penguasa. "Mungkin KPK pun tak menyadari spektrum dan implikasinya begitu dahsyat bagi penguasa," katanya.
Hatta Taliwang menambahkan, mungkin juga kasus ini setara dengan kasus Antasari Azhar (mantan Ketua KPK) saat ia mulai mempersoalkan skandal Bank Century dan 'Proyek IT' Komisi Pemilihan Unum (KPU) waktu itu. "Maka sudah diperkirakan kalau penguasa bisa saja pada saatnya nanti akan memotong peluang Busyro Muqoddas (Ketua KPK sekarang) untuk berkiprah ke depan, bila tetap ngotot soal korupsi atau kasus suap di Kemenpora tersebut," ungkapnya.
Ia mengharapkan tak akan terjadi kasus 'Antasari Kedua' karena skandal suap yang melibatkan kader partai penguasa ini. "Paling-paling, upaya melunakkan atau 'mempreteli' Undang Undang KPK oleh sekelompok 'bandit' di Parlemen akan terus berlangsung," katanya.
Sebab, menurutnya, untuk merekayasa Busyro Muqoddas dkk seperti rekayasa terhadap Antasari Azhar, mereka mungkin sudah malu dan kapok, karena bisa dipermalukan dalam wacana dan gosip publik. "Tetapi saya yakin, ke depan, resiko untuk tetap dipermasalahkan secara hukum, pasti membuat mereka tak bisa tidur nyenyak," kata Hatta Taliwang menandaskan.