Selasa 17 May 2011 14:40 WIB

TPM Persoalkan Penembakan Dua Terduga Teroris yang Tewas

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Densus 88 Polri menangkap dua orang terduga pelaku aksi teror dalam keadaan tewas di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (14/5) lalu. Tim Pengacara Muslim (TPM) pun mempermasalahkan tewasnya dua terduga teroris dan disebutnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

"Itu kejahatan kemanusiaan. Kalau tewas saat ditangkap, peran intelijen apa," kata Koordinator TPM, Ahmad Michdan, yang dihubungi Republika, Selasa (17/5).

Menurut Michdan, intelijen bekerja untuk memastikan para pelaku teror dan menangkapnya di tempat yang tepat dan steril dari masyarakat. Namun Densus 88 tidak mengeksekusi penangkapan dua orang terduga teroris, Sigit Qurdowi dan Hendro, dengan 'manis' atau tanpa korban.

Saat penangkapan, Densus 88 tidak hanya menewaskan dua orang terduga teroris, Sigit Qurdowi dan Hendro, tetapi juga satu orang penjual nasi angkringan, Nur Iman. Meski polisi berdalih Sigit melakukan penembakan yang membabi buta dan mengenai tubuh Nur Iman, Komnas HAM juga menduga jika Nur Iman bukan terkena tembakan dari Sigit, melainkan dari senjata Densus 88.

"Mereka kan statusnya masih terduga, seharusnya tidak perlu sampai tewas, cukup dilumpuhkan saja," imbuhnya.

Ia menambahkan, selama ini perlakuan polisi terhadap para terduga maupun tersangka teroris tidak adil. Hak asasi para terduga dan tersangka teroris kerap tidak dipenuhi oleh polisi. "Komnas HAM juga harus mempermasalahkan tewasnya dua terduga teroris ini," tegasnya.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, mengatakan jika tidak ada kesalahan prosedural dalam penangkapan dua terduga teroris di Sukoharjo, Jawa Tengah. Saat Sigit dan Hendro berboncengan dengan motor dan dihadang tim Densus 88, Sigit melakukan penembakan membabi buta dan memaksa Densus 88 bereaksi untuk membalas tembakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement