REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dua fraksi penolak rencana pembangunan DPR, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyatakan akan tetap menolak pembangunan gedung baru DPR-RI. Meski biaya pembangunan gedung sudah diturunkan, Sekretaris Jendral Gerindra, Ahmad Muzani, mengungkapkan penolakan akan tetap dilakukan karena banyak anggaran yang lebih prioritas.
"Hemat kami ini bukan prioritas sekarang. Apalagi APBN tiap tahun mengalami defisit cukup besar," ungkap Mazuni saat dihubungi Republika, Ahad (15/5). Muzani beralasan saat ini pemerintah kesulitan mencari dana segar akibat adanya lonjakan harga minyak. Selain itu, tuturnya, utang luar negeri pemerintah juga menumpuk akibat adanya defisit tersebut.
Di sisi lain, tutur Muzani, banyak prioritas lain yang harus masuk anggaran ketimbang membangun gedung DPR. Jika kembali dilanjutkan, Mazuni menjelaskan hal tersebut akan menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat. Ia pun mengungkapkan tidak perlua ada kekhawatiran mengenai perusahaan-perusahaan yang sudah memenangkan tender gedung DPR.
Hendaknya, tutur Muzani, perusahaan tersebut dapat legowo demi melihat kepentingan rakyat yang lebih besar. Ketua DPP PDIP, Maruarar Sirait, menjelaskan sikap fraksinya tidak akan berubah dengan adanya penurunan anggaran gedung DPR. Senada dengan Muzani, politisi yang akrab disebut Ara ini menyebutkan masih banyak prioritas lain yang harus masuk dalam anggaran. "Masih banyak kebutuhan publik seperti sekolah dan rumah sakit yang perlu diutamakan," ujarnya.
Ara pun meminta agar keputusan jadi atau tidaknya pembangunan gedung tidak diputuskan dalam rapat konsultasi. Akan tetapi, ungkapnya, dalam rapat paripurna. "Saya tidak mau kalau rapat pengambilan keputusan di konsultasi, bukan di paripurna. Ini isu strategi!," katanya menegaskan.
Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan agar publik melihat mana fraksi yang setuju dan tidak setuju dengan pembangunan gedung. Terkait dengan perusahaan pemenang tender, Ara menyebutkan tidak akan ada permasalahan. "Kalau dulu laptop saja bisa mengapa sekarang tidak?," tuturnya.