REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center menilai proses rehabilitasi yang dilakukan terhadap korban perekrutan gerakan NII sering dilakukan dengan cara keliru oleh keluarga korban.
"Keluarga sering tidak memahami bahwa anaknya merupakan korban perekrutan gerakan NII," kata Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan, usai seminar "Pencegahan Masuknya Ideologi Gerakan NII di Kalangan Mahasiswa," di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, banyak keluarga korban NII yang menemui kondisi anaknya tertekan justru membawanya ke dukun atau "orang pintar" untuk dijampi-jampi, dan hasilnya si korban justru tambah tertekan psikologisnya.
Ia menjelaskan indoktrinasi gerakan NII sangat bersifat logis dengan menanamkan ideologi baru yang diyakininya benar, padahal sebenarnya sesat, melalui berbagai ajang diskusi dan perdebatan dengan calon korbannya.
"Melalui debat dan diskusi secara intens itu, pelan-pelan calon korban ini diindoktrinasi pemikirannya sesuai paham gerakan NII sampai mereka benar-benar meyakini kebenaran paham yang sebenarnya sesat itu," katanya.
Karena itu, kata dia, tidak mudah untuk mengubah paham baru yang sudah ditanamkan sedemikian kuat itu, karena ada kecenderungan jika ketahuan mereka akan berpura-pura taubat sesaat untuk mengelabui keluarganya.
"Jaringan ini sangat kuat komunikasinya, kalau memang ada anggotanya yang `terlepas` akan terus ditelusuri untuk memastikan apakah mereka sudah sadar dan menceritakan kepada keluarga atau orang lain," katanya.
Kalau memang anggotanya positif sudah bertaubat dan bercerita pada keluarganya, kata dia, maka jaringan ini akan melepas karena memang tidak ingin mengambil risiko berhadapan dengan aparat atau keluarga si korban.
Namun, kata Ken, jika anggotanya yang sudah "terlepas" itu ternyata masih "kuat" maka mereka akan terus mendekatinya dan menyuruhnya pura-pura sadar untuk berganti memengaruhi saudara dan keluarganya yang lain.
"Langkah terpenting dalam rehabilitasi korban NII adalah merumahkan dan memutus komunikasinya, jangan beri telepon seluler (ponsel) atau akses keluar. Karena komunikasi adalah `nyawa` gerakan ini," kata Ken.
Kasubdit I/Kamdit Intelkam Kepolisian Daerah Jawa Tengah, AKBP. Gatut Kurniadin yang juga menjadi pembicara menjelaskan berdasarkan penyelidikan setidaknya 75-80 persen wilayah di Jateng terindikasi sudah dimasuki jaringan NII.
"Sudah ada 123 orang dari berbagai wilayah di Jateng yang terindikasi jaringan NII dengan usia rata-rata 18-45 tahun, kebanyakan mahasiswa. Beberapa di antaranya diamankan dan dijerat kasus penipuan," kata Gatut.