Kamis 05 May 2011 20:13 WIB
Negara Islam Indonesia

Dua Mahasiswi Undip Diduga Jadi Korban NII KW9

Bendera NII
Bendera NII

REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG--Dua mahasiswi Universitas Diponegoro Semarang diduga menjadi korban perekrutan gerakan Negara Islam Indonesia (NII) setelah pihak keluarga melaporkan kehilangan kontak dengan keduanya.

Rektor Undip, Prof Sudharto P. Hadi, di Semarang, Kamis, mengatakan kedua mahasiswi tersebut berasal dari Fakultas Peternakan Undip angkatan 2006 dan sampai saat ini keberadaan keduanya memang belum diketahui.

Ia menjelaskan dugaan itu berawal dari adanya laporan orang tua mahasiswi yang datang untuk menghadiri wisuda akhir April lalu, namun ternyata mahasiswi yang dimaksud tidak ada dalam daftar peserta wisuda.

"Mereka (orang tua, red.) lalu mengecek ke fakultas dan berdasarkan catatan akademis diketahui bahwa anaknya (mahasiswi bersangkutan, red.) sudah tidak aktif lagi berkuliah sejak semester kedua," katanya.

Namun, kata dia, orang tua mahasiswi itu mengaku selama ini masih sering dimintai uang untuk biaya kuliah, bahkan sempat meminta kiriman uang untuk biaya kuliah kerja nyata (KKN) sebesar Rp5 juta.

"Biaya KKN kan tidak mungkin sebesar itu (Rp5 juta, red.). Laporan itu kemudian dikembangkan dan akhirnya diketahui ternyata ada dua mahasiswi yang memiliki kesamaan dengan korban perekrutan gerakan NII," katanya.

Sudharto mengatakan secara administratif, mahasiswa yang tidak aktif berkuliah selama dua semester berturut-turut dianggap mengundurkan diri, namun terkait kasus itu pihaknya akan memelajari terlebih dulu.

Pembantu Dekan III Fakultas Peternakan Undip, Bambang Trisetyo Eddy membenarkan bahwa kedua mahasiswi itu, yakni SF dan HR dari Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak diduga menjadi korban perekrutan NII.

Ia mengatakan kecurigaan itu berawal dari laporan orang tua SF, asal Wedung, Demak, yang datang untuk menghadiri wisuda anaknya, namun anaknya ternyata tidak termasuk peserta wisuda, lalu mengecek ke fakultas.

"Orang tua SF menceritakan masih sering dimintai kiriman uang setiap bulan untuk biaya kuliah, dan lainnya. Saya tidak tahu besarannya, namun mereka bilang sempat dimintai uang untuk KKN sebesar Rp5 juta," katanya.

Setelah itu, kata dia, pihaknya berinisiatif melakukan pengecekan dan menemukan satu mahasiswi lagi, yakni HR, asal Bawen, Kabupaten Semarang mengalami kasus serupa, yakni tiba-tiba tidak aktif kuliah dan hilang kontak.

"Beberapa temannya juga menceritakan kalau HR sempat berkali-kali mengajak pengajian yang bersifat tertutup, hanya diikuti dua-tiga orang. Karena merasa yang diajarkan aneh, temannya tidak mau ikut lagi," katanya.

Apakah kedua mahasiswi itu memiliki keterkaitan, Bambang mengaku belum bisa menyimpulkan, namun keduanya memiliki kesamaan, yakni orang tua mereka sama-sama mengaku dimintai uang untuk biaya kuliah.

"Setelah dicek ke rumah orang tua mereka berdua, ternyata orang tua mereka sama-sama sudah kehilangan kontak dan sebelumnya sempat merasakan perubahan perilaku anaknya, seperti tidak patuh lagi," kata Bambang.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement