REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA-- Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) menyatakan sudah menyetop kampanye "vote" Komodo dalam ajang pemilihan 'New Seven Wonders of Nature' yang diadakan sebuah LSM swasta.
"Sejak N7W (New7Wonders) secara resmi mencoret kami sebagai 'supporting official committee' untuk Komodo, kami sudah tidak mempromosikan lagi kampanye vote komodo," kata Direktur Jenderal Pemasaran Kemenbudpar, Sapta Nirwandar, di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, pihaknya menerima surat terakhir dari penyelenggara ajang tersebut yang menyatakan telah mengeluarkan Kemenbudpar sebagai komisi pendukung resmi TN Komodo. Sapta Nirwanda menambahkan, pihaknya sampai saat ini belum menentukan sikap resmi untuk menjawab keputusan LSM yang berbasis di Eropa tersebut.
"Sampai sekarang kita masih diamkan, suatu saat tidak akan lama lagi kita akan umumkan posisi kita," katanya. Namun, Taman Nasional (TN) Komodo tetap akan dipromosikan sebagai salah satu destinasi utama Indonesia di luar Bali. "Tapi kita tidak akan pernah terpengaruh dengan kampanye Vote Komodo, kita tidak terlalu risaukan itu," katanya.
Menurut dia, meski ada ataupun tidak kampanye Vote Komodo sebagai new7wonders, Komodo tetaplah "the real wonder" atau keajaiban yang sebenarnya hanya ada satu-satunya di dunia. "Bahkan kini Komodo sudah resmi dinyatakan sebagai maskot Sea Games," kata Sapta.
Kemenbudpar dalam tiga tahun terakhir tercatat telah menginvestasikan dana sekitar Rp10,5 miliar untuk mempromosikan TN Komodo. Namun Sapta menegaskan promosi tersebut tidak sia-sia sebab dalam tiga tahun terakhir Komodo telah menjadi semakin dikenal dengan peningkatan jumlah pengunjung hingga 400 persen dari 16.000-an turis menjadi lebih dari 50.000 orang pada 2010.
Awal tahun ini, Head of Communications for New7Wonders Eamonn Fitzgerald dalam situs resminya di www.n7wpress.wordpress.com menyatakan telah mencoret Kemenbudpar sebagai 'supporting official committee' untuk TN Komodo, namun Komodo sendiri tetap dipertahankan sebagai finalis N7W.
Keputusan itu diambil karena Indonesia menolak kesempatan menjadi tuan rumah resmi dari acara puncak New7Wonders pada 11 November 2011, di mana komitmen yang harus dibayar Indonesia adalah 10 juta dolar AS.
Pada kontrak antara New7Wonders dan sebuah konsorsium swasta di Indonesia menyebutkan biaya lisensi untuk hak eksklusif sebagai tuan rumah yang ditawarkan konsorsium swasta tersebut adalah 10 juta dolar AS dan diterima oleh New7Wonders.
Kemenbudpar dianggap telah sepenuhnya mengetahui angka itu dan membuat pernyataan dukungan yang dipublikasikan melalui media dan tertulis. Hal ini yang membuat konsorsium swasta pun membuat kontrak bersama New7Wonders. Namun penolakan Kemenbudpar dianggap sebagai perbuatan wanprestasi atau cidera janji.