Kamis 14 Apr 2011 13:55 WIB

Kasus Arifinto, yang Pertama dan Terakhir

Arifinto
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Arifinto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR RI Nudirman Munir mengharapkan, kasus Arifinto merupakan kejadian yang pertama dan terakhir di DPR RI periode 2009-2014. "Kita harapkan ini yang pertama dan terakhir," kata Nudirman Munir dalam dialektika demokrasi bertema "Pejabat Bermasalah Mundur, Belajar Dari Masalah Arifinto" di Gedung DPR RI di Senayan Jakarta, Kamis (14/4).

Nudirman mengemukakan bahwa BK DPR akan terus mengingatkan kalangan DPR RI agar memperhatikan pasal-pasal dalam kode etik yang telah disetujui rapat paripurna, pekan lalu. Hal itu sangat penting agar anggota DPR memahami rambu-rambu perilaku yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan terkait tugas-tugas DPR. "Rakyat menunggu kerja-kerja DPR," kata Nudirman, politisi dari Partai Golkar.

Sedangkan Ruhut Sitompul dari Fraksi Partai Demokrat DPR mengajak kalangan DPR RI untuk memetik hikmah dari kasus tertangkapnya basah Arifinto sedang membuka laman porno saat rapat paripurna DPR. Di tempat terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie juga menyatakan bahwa jika DPR ingin membangun budaya malu dan bertanggungjawab, maka anggota Dewan yang bermasalah dan terbukti secara hukum disarankan mundur dari DPR. Anggota dewan harus membiasakan diri dengan hal itu.

"Saya sepakat yang jelas-jelas di muka publik salah, yang tertangkap salah. Harus budayakan malu, menyatakan mundur. Yang tertangkap tangan korupsi," kata Marzuki.

Marzuki melihat masalah Arifinto memiliki dua sisi. Yang pertama dari asas di dalam penegakan hukum dimana selalu berpegang pada asas praduga tak bersalah. Di sisi lain ada budaya yang ingin dibangun, budaya malu, budaya yang bertanggungjawab. Hal tersebut bisa menjadi dua hal yang kontradiktif, apabila yang bersangkutan tidak bersalah.

"Kita ingin budaya malu, bertanggung jawab. Dengan kebebasan sekarang ini, bisa saja seseorang itu diisukan, dituduh seolah-olah bersalah, padahal yang bersangkutan tidak melakukan itu," kata dia.

Dia mengungkapkan, dalam membangun budaya yang lebih baik di DPR, langkah Arifinto layak dijadikan contoh sebab tindakan menonton gambar porno di DPR menuntut tanggung jawab kepada rakyat. "Saya sepakat yang sudah jelas di muka publik salah ya budayanya itu langsung nyatakan berhenti," kata Marzuki.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement