REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah saat ini masih melakukan kajian terhadap perbaikan draf revisi UU (Undang-Undang) Tipikor. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah memperhatikan sejumlah hal terkait perbaikan draf RUU tersebut.
Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M Jasin, jika pemerintah tetap melakukan revisi terhadap UU Tipikor tersebut, maka KPK meminta supaya pasal penuntutan yang selama ini menjadi kewenangan KPK jangan dihilangkan. Dalam melakukan tugasnya, kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan harus lengkap.
"Ya kalau salah satunya dikurangi, maka upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK menjadi tidak efektif," kata Jasin saat dihubungi Republika, Ahad (3/4).
Selain pasal penuntutan, lanjut Jasin, KPK juga meminta revisi itu mengadopsi pasal-pasal yang sesuai dengan konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi (UNCAC). Dimana dalam aturan itu disebutkan soal penindakan bagi pelaku korupsi yang dilakukan oleh pihak swasta dengan swasta, pejabat asing yang melakukan tindak pidana korupsi terhadap bantuan asing untuk Indonesia, dan penindakan hukum bagi koruptor yang bersembunyi di luar negeri.
Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan lainnya, Haryono Umar menambahkan, ia menyarankan dalam perbaikan draft revisi UU Tipikor tersebut memperbaiki soal pasal gratifikasi dan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Para penyelenggara negara yang tidak melaporkan harta kekayaannya harus dikenakan hukuman pidana. "Juga kalau mereka tidak melaporkan gratifikasinya, barang yang mereka terima harus disita," ujar Haryono.
Namun, Haryono mengatakan, pihaknya hanya bisa memberikan saran kepada pemerintah terhadap perbaikan draft revisi UU Tipikor tersebut. KPK sebagai lembaga pelaksana undang-undang tidak memiliki kewenangan lebih dari itu. Secara umum, lanjut Haryono, KPK sebenarnya masih belum ingin UU Tipikor direvisi. Undang-Undang yang ada saat ini dinilai masih layak sebagai dasar KPK dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.
Seperti diketahui, Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar di gedung DPR, Kamis (31/3) menyatakan bahwa draf RUU Tipikor ditarik Sekretariat Negara (Setneg) dari Kemenkum HAM. Menurutnya, ada sejumlah masalah teknis yang harus diluruskan dalam draft tersebut sehingga draf tersebut memiliki kekuatan untuk pemberantasan korupsi.