REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus Husein, mengungkapkan tidak semua Rancangan Undang-Undang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi jelek. Menurutnya, banyak pihak yang tidak mengerti secara utuh RUU tersebut sehingga salah persepsi.
Yunus mencontohkan soal dihilangkannya unsur kerugian negara. Menurutnya, hal tersebut sudah sesuai dengan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dari PBB yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI. Menurutnya, penghilangan kerugian negara justru untuk menguatkan RUU itu sendiri. "Tidak semua (jelek). Dalam konvensi PBB memang unsur kerugian negara dihilangkan, justru itu menguatkan,"ujar Yunus di Kantor PPATK, Jakarta, Kamis (31/3).
Yunus yang juga turut menyusun RUU ini menjelaskan kerugian negara selama ini memang sulit dibuktikan. "Kalau Ayin menyuap apakah ada dirugikan negara?"tuturnya. Menurutnya, alasan dihapuskannya kerugian negara adalah agar pelaku yang melakukan korupsi bisa tetap dinyatakan sebagai koruptor meski perbuatannya tidak menyebabkan kerugian negara.
Sehingga, Yunus mengungkapkan bagi oknum dari kalangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta terbukti melakukan penyuapan atau gratifikasi, maka dapat dikenakan dengan pasal korupsi meski tidak terdapat kerugian negara di dalamnya. "RUU ini, Utang korupsi swasta harus dikejar. Dulu orang BUMN bisa ribut apakah kerugian negara atau tidak. Tapi dengan tipikor baru tidak peduli mau swasta mau tidak,"jelasnya.