Selasa 29 Mar 2011 15:40 WIB

'Secara Empirik Hukuman Mati tidak Efektif Tekan Korupsi'

Rep: Agung Budiono/ Red: Djibril Muhammad
Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman
Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hukuman mati dinilai tidak mampu menyelesaikan permasalahan korupsi yang telah akut. Hukuman mati ditolak selain karena melanggar hak asasi manusia (HAM) dan secara empiris tidak berhasil dan tidak efektif untuk menahan meluasnya korupsi.

Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman menyatakan, hukuman mati tidak mampu menekan indeks korupsi di negara yang menerapkan hukuman itu. Dia mencontohkan, hukuman mati yang ada di Cina tidak pernah efektif menekan indeks korupsi di negara itu.

Oleh karenya, jelas dia, dengan menambahkan hukuman mati dalam revisi UU Tipikor itu tidak ada jaminan akan efektif. "Makanya saat ini pemerintah dan dewan sedang menyusun dan mencari cara yang paling efektif untuk itu," tegasnya kepada wartawan di DPR, Selasa (29/3).

Benny juga menyampaikan, jika usulan penghapusan penjara seumur hidup menjadi pertimbangan, lantaran hukuman itu tidak penting dalam agenda pemberantasan korupsi. Menurut dia, jangan dianggap hukuman mati jika berhasil dimasukkan dalam UU Tipikor dianggap berhasil memberantas KKN. "Penghapusan penjara seumur hidup juga mungkin saja," tegasnya.

Selain itu, dia menambahkan, langkah represif yang dilakukan lembaga penegak hukum selama ini termasuk oleh KPK tidak efektif untuk mencegah meluasnya korupsi di Indonesia. Oleh sebab itu, paparnya, harus disusun ulang agenda nasional agar tercipta pencegahan secara sistemik. "Artinya dampaknya sistemik membuat pejabat atau penyelenggara negara takut untuk melakukan tindak pidana korupsi," beber Benny.

Benny menyampaikan, langkah represif ditujukan untuk meningkatkan daya tangkal tindak korupsi. Meski demikian, cara-cara represif juga harus didorong dengan cara-cara sistemik. Dia berpendapat, langkah efektif untuk mendorong pencegahan tindak pidana korupsi, yaitu dengan membangun sistem baru yang dapat mencegah korupsi. Contohnya, jelas dia, adanya pembenahan sistem pengadaan barang dan jasa di lembaga pemerintah harus drombak total.

Selanjutnya, ujar Benny, melakukan pengawasan-pengawasan terhadap pejabat di Indonesia. Kemudian, papar dia, melakukan agenda pemberantasan korupsi sebagai gerakan sosial. "Tidak bisa pemberantasan korupsi hanya diandalkan kepada lembaga seperti KPK saja," paparnya. Selain itu, ungkap dia,  upaya pencegahan itu jauh lebih efektif menangkal meluasnya praktek korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement