Ahad 27 Mar 2011 20:55 WIB

Ratusan Keluarga Ngotot Tinggal di Kawasan Rawan Bencana III Merapi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN-- Ratusan kepala keluarga korban bencana erupsi Gunung Merapi di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta nekat membangun rumah permanen dan menempati rumah di Kawasan Rawan Bencana III Merapi.

"Warga yang membangun rumah permanen dan sudah mulai menempati terus bertambah, dan tidak menghiraukan peringatan kawasan rawan bencana (KRB) III Merapi tidak boleh untuk hunian lantaran berada di wilayah ancaman bencana Merapi," kata Kepala Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan Suroto, Ahad.

Menurut dia, ratusan warga ini membangun rumah dengan berbagai fasilitasnya baik dilakukan secara swadaya maupun dari bantuan donatur. "Meskipun rekomendasi pemerintah untuk KRB III Merapi diikuti dengan tidak dibangunnya jaringan listrik, tetapi mereka nekat membangun sendiri dengan mengambil jaringan dari Desa Balerante, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Desa Glagaharjo. Jaringan listrik yang dibangun warga dengan menggunakan tiang bambu dan kabel bantuan dari donatur," katanya.

Ia mengatakan, warga yang membangun kembali rumahnya yang hancur akibat erupsi Merapi saat ini mencapai 279 kepala keluarga (KK), yang meliputi di Dusun Kalitengah Lor sekitar 100 KK dari total sebanyak 157 KK, Kalitengah Kidul sekitar 70 KK dari sebanyak 109 KK dan di Dusun Srunen sekitar 135 KK.

"Keinginan warga mempertahankan pekarangan dan membangun kembali rumahnya hancur terkena dampak erupsi Merapi tersebut karena berbagai alasan seperti mereka sejak lahir dan hidup sebelum erupsi Merapi berada di desa tersebut, masalah status kepemilikan tanah sudah dikuatkan dengan sertifikat Hak Milik (SHM)," katanya.

Suroto mengatakan, jika kemudian pemerintah meminta agar tanah milik warga tersebut dikosongkan dan tidak boleh untuk hunian tetap mereka sudah tidak memiliki tanah lain selain di lokasi tersebut.

"Selain itu warga sudah merasa nyaman dengan mengandalkan kecanggihan alat pendeteksi aktivitas Gunung Merapi, mereka tetap bersedia turun untuk mengungsi jika Gunung Merapi dinyatakan dalam keadaan bahaya," katanya.

Ia mengatakan, berkaitan dengan ancaman banjir lahar dingin saat ini warga justru merasa lebih aman tinggal di atas dari pada berada tinggal di "shelter" atau hunian sementara Dusun Banjarsari. Karena ketika terjadi banjir lahar dingin penghuni "shelter" kini hanya memiliki satu jalur evakuasi menuju arah Klaten.

"Padahal akses jalan dari selter menuju jalur Glagaharjo-Klaten tersebut dihubungkan jembatan dan kondisinya rawan ancaman lahar dingin. Jika jembatan sampai putus mereka takut terjebak dan lebih memilih tinggal di atas karena kedalaman Sungai Gendol masih cukup dalam antara 40 hingga 50 meter," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement