Kamis 24 Mar 2011 10:18 WIB
Trending News: Kala Narkoba Menggoda Para Pesohor

Antara Rehabilitasi dan Penjara

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Stevy Maradona

REPUBLIKA.CO.ID, Tak sampai sebulan, empat musisi dan penyanyi digrebek polisi karena konsumsi narkoba. Dimulai akhir Februari lalu oleh drumer grup band Padi Suhendro Prasetyo alias Yoyok, kemudian mantan penyanyi lagu anak-anak era 1980-an Iyut Bing Slamet, dan dua personel Kangen Band yaitu Andika dan Izzy. Semuanya diproses secara hukum.

Iyut dan Yoyok menjalani penyidikan di Direktorat IV Narkoba dan Kejahatan Terorganisir Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Sedangkan Andika dan Izzy harus menjalani penyembuhan dari ketergantungan narkoba di Pusat Rehabilitasi Narkoba Badan Narkotika Nasional (BNN) di Lido, Sukabumi, Jawa Barat. Kasus Andika dan Izzy memang lebih ringan karena keduanya tak tertangkap tangan walau terbukti mengonsumsi ganja. Sementara Iyut dan Yoyok tertangkap bersama sabu di tangan.

Kepala Humas BNN Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto menyatakan, kebijakam BNN terhadap Andika dan Izzy sudah sesuai dengan pasal 112 UU Narkotika dan Psikotropika. Walau menjalani rehabilitasi, mereka berdua tetap menjalani proses hukum. ''Mereka tetap diproses,'' ungkap Sumirat di kantornya, Selasa (22/3).

Bagi Sumirat, penyalahguna atau pecandu narkoba lebih baik ditempatkan di Pusat Rehabilitasi BNN karena lingkungannya steril dari narkoba. Kalau pun vonis baru keluar setahun kemudian tidak masalah. Bahkan lebih bagus karena mereka sudah selesai menjalani rehabilitasi sehingga mental untuk menjauhi narkoba sudah terbentuk.

''Setidaknya 70 persen rasa kecanduannya sudah sembuh. Sisanya, 30 persen akan terus ada,'' papar Sumirat. Jika nanti hakim memvonis kurungan penjara, maka Andika dan Izzy diharapkan sudaha memiliki mental yang kuat untuk menjauhi narkoba saat di penjara.

Bukan rahasia lagi bila di penjara sekalipun narkoba bukanlah barang yang sulit didapatkan sehingga pecandu yang dipenjara justru tak akan pernah lepas dari barang haram itu. Beberapa waktu lalu BNN mencokok beberapa sipir dan kepala lembaga pemasyarakatan di Nusa Kambangan karena membantu bandar narkoba menjalankan bisnisnya dari penjara.

Sementara nasib Iyut Bing Slamet dan Yoyok belum dipastikan apakah mereka akan menjalani rehabilitasi atau harus tetap mendekam di balik jeruji besi. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar menyatakan, Iyut dan Yoyok harus menjalani proses hukum dan menunggu vonis pengadilan karena tertangkap tangan memakai narkoba.

Sesuai surat edaran Mahkamah Agung, penyalahguna yang memiliki barang bukti narkoba dengan berat di atas 0,5 gram harus menunggu keputusan hakim. Jika jumlah narkoba kurang dari itu, pelaku bisa mengajukan diri untuk menjalani rehabilitasi. Iyut tertangkap tangan bersama 0,4 gram sabu. Sedangkan Yoyok 0,5 gram narkoba jenis yang sama.

Namun demikian, semuanya tergantung pihak penyidik. Boy mengingatkan, jika saja mereka melaporkan dirinya sebagai pengguna narkoba maka akan ada kemudahan untuk menjalani rehabilitasi. Walau bukan berarti hidup di rehabilitasi juga lebih mudah dari penjara.

Saat menjalani rehabilitasi, selain tak boleh mengonsumsi barang haram itu, mereka juga tak diperbolehkan melakukan hubungan seksual. Ditambah lagi, tidak ada lagi kesempatan untuk berkomunikasi dengan dunia luar. ''Di sini residen (peserta rehabilitasi) dilarang keras memakai telepon seluler,'' ungkap Kepala Unit Pelaksana Teknis Pusat Rehabilitasi BNN Yunis Farida Oktoris Triana.

Tubuh mereka diperiksa total, mulai lubang di gigi, hidung, mulut, bahkan dubur. Semua tempat yang bisa menyimpan narkoba diperiksa. Sehari-hari mereka hanya memakai pakaian khusus berwarna putih atau oranye, pakaian yang tidak membedakan status sosial karena toh semuanya menyandang status sama: pecandu narkoba.

Tidak ada waktu memikirkan dunia selain pusat rehabilitasi. Apalagi sekadar memperbarui status di situs pertemanan dunia maya macam Facebook atau Twitter. Residen harus memfokuskan diri dengan rangkaian kegiatan di tempat itu.

Enam bulan pertama, residen akan menjalani detoksifikasi untuk menghilangkan racun narkoba di dalam tubuh. Biasanya, ungkap Farida, pada dua pekan pertama residen 'uring-uringan' karena mengalami sakau atau gejala tubuh yang kecanduan saat tak lagi mendapatkan asupan narkoba sakitnya tak terbendung. Tulang menggigil, badan kedinginan. Emosi pun tak stabil. Tak jarang mereka berteriak-teriak meluapkan kekesalan.

Residen diajak melakukan berbagai beraktivitas. Dimulai bangun pagi pukul 5.00 WIB disusul aktivitas ibadah. Kemudian membersihkan kamar tidur dan asrama tempat tinggal. Kalau kurang bersih, siap-siap saja mendapatkan hadiah 'hukuman' dari pembina.

Mereka juga diajak berdiskusi tentang berbagai pengetahuan, salah satunya tentang bahaya narkoba. Mereka berbagi pengalaman baik yang manis maupun yang pahit sekalipun. Mereka diajak menangis atau sesekali tertawa dan tersenyum bersama mendengar perjalanan hidup yang menjerumuskan mereka ke narkoba.

Mereka juga diajak berkreasi, entah bermain musik, menekuni dunia otomotif, atau kegiatan motivasi diri. Tidak ada waktu untuk berleha-leha. Waktu untuk tidur siang pun tidak ada. Aktivitas berjalan penuh seperti halnya kehidupan di pesantren. Setelah enam bulan, para residen memasuki tahapan sosialisasi. Pecandu yang semula asosial dirubah menjadi bersosial.

Mereka diperbolehkan keluar mengunjungi keluarga. Nah, di sinilah mental mereka diuji apakah kembali menjadi pecandu karena biasanya teman-teman mereka selalu menggoda untuk kembali mengonsumsi narkoba. Jika tidak mengkonsumsi narkoba mereka dianggap tidak gaul dan persahabatan mereka dianggap luntur. Bukan hal mudah, karena terkadang mereka harus meninggalkan teman-teman yang masih mengakrabi narkoba.

Usai rehabilitasi, kehidupan mereka akan dikontrol secara tidak langsung. Jika kembali menjadi penyalahguna Narkoba, maka mereka pun akan dijebloskan lagi untuk menjalani rehabilitasi yang lebih ketat. ''Meskipun sudah direhabilitasi, tidak menutup kemungkinan akan kembali mengkonsumsi narkoba karena 30 persen pikiran tentang ekstase dari narkoba tetap ada sampai mati,'' jelas Sumirat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement