Rabu 23 Mar 2011 18:38 WIB

Demokrasi Indonesia Berjalan di Tempat

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Peniliti Center for Information and Development Studies (CIDES) Prof. Indria Samego, mengungkapkan, perkembangan demokrasi di Indonesia berjalan di tempat. Kekisruhan politik, hukum dan keamanan yang saat ini marak terjadi dinilai menjadi pangkal persoalan terhambatnya kemajuan demokrasi di tanah air.

Indria mencontohkan kekuatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilai lemah. "Padahal dalam sistem presidensial seharusnya kuat. Presiden mendapat dukungan 60% pemilih,"ujar Indria saat berbicara pada diskusi di The Habibie Center, Jakarta (23/3).

Menurutnya, penerapan sistem multi partai dalam konteks sistem presidensial menimbulkan kerumitan politik. Satu sisi, ungkapnya, presiden harus mendapatkan dukungan dari senayan. Sehingga, SBY harus membentuk sekretariat gabungan. Presiden pun, ujarnya, harus memberi imbalan atas dukungan yang diberikan kepada partai politik yang ada di setgab.

Kerumitan politik tersebut, ungkapnya, diperkeruh dengan adanya ketidakjelasan platform kontrak politik antar partai pendukung koalisi. Kontrak politik koalisi memberi ruang multiinterpretasi bagi partai-partai peserta koalisi yang mendorong para peserta koalisi tidak konsisten.

Sementara itu, Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia, Prof. Muladi, menjelaskan maraknya pembelian suara baik di internal partai politik mau pun ketika partai politik mengikuti pemilu menjadi cacat bagi demokrasi di Indonesia.Selain itu, ungkapnya, budaya nepotisme masih marak terjadi di lingkungan partai. "Masih biasa terjadi vote buying dan jawilan (membawa saudara untuk ikut kepengurusan),"ujarnya.

Oleh karena itu, ungkapnya, banyak politisi yang tidak siap untuk menjadi kepala daerah setelah memenangkan pemilihan kepala daerah (pilkada). Mereka, tutur Muladi, tidak mengetahui bagaimana menjalankan birokrasi  karena tidak berpengalaman menjalankan birokrasi yang sehat.

Meski demikian, Pengamat luar negeri Lembaga Ilmu  Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr.Dewi Fortuna Anwar, mengungkapkan demokrasi Indonesia menjadi inspirasi negara-negara Timur Tengah yang sedang mengalami transisi. Dewi mengungkapkan Indonesia dinilai cukup berhasil membangun demokrasi usai lepas dari kungkungan rezim orde baru.

"Banyak minat internasional meraba model demokrasi seperti apa. Indonesia adalah salah satu model  yang ditawarkan mengingat transisi demokratis dari otoriter mampu mengantar Indonesia hingga seperti sekarang,"ujar Dewi di The Habibie  Center, Jakarta, Rabu (23/3).

Dewi pun mengaku sempat dihubungi oleh masyarakat sipil dari negara Timur Tengah untuk berbagi konsep mengenai demokrasi. "Nanti Civil Society dari Mesir akan diajak ke sini. Untuk melihat kehidupan demokrasi di Indonesia,"lanjutnya.

Akan tetapi, Dewi mengaku masih banyak evaluasi yang harus dilakukan oleh Indonesia. Ia memisalkan hiruk pikuk yang terjadi di parlemen tentang kegenitan politisi sudah membuat masyarakat jenuh. Penegakan hukum pun dinilai Dewi turut menjadi PR besar yang harus diselesaikan pemerintah. Begitu pula, ungkapnya, masalah keamanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement