REPUBLIKA.CO.ID,LONDON--Indonesia menyerukan masyarakat internasional bekerjasama untuk menghentikan pelanggaran hak dan kekerasan terhadap tahanan Palestina di berbagai penjara dan tempat tahanan Israel. Hal itu disampaikan Ketua Coordinating Committee of Women Parliamentarians - International Parliamentary Union (IPU) Dr. Nurhayati Ali Assegaf dalam keynote speech-nya di First International Conference on the Rights of Palestinian Prisoners, di Jenewa.
Minister Counsellor PTRI Jenewa, Dicky Komar, dalam keterangan persnya yang diterima Antara London, Selasa menyebutkan konperensi diprakarsai tiga LSM U-free, Rights for All dan North-South 21. Pembicara dalam konperensi itu antara lain anggota Parlemen Palestina, Inggris, Yunani, Swiss, Irlandia, dan Indonesia serta tokoh/mantan dan anak tahanan Palestina seperti Sheik Raed Salah, yang sekarang menjadi Imam Masjid Al Aqza.
Pertemuan itu dihadiri oleh tokoh, LSM, media, masyarakat, dan akademisi pemerhati isu Palestina dari berbagai Negara di Eropa serta diliput langsung oleh Al Jazeera. Lebih lanjut Dr. Nurhayati yang juga Wakil Ketua BKSAP ? DPR RI menegaskan konsistensi posisi Indonesia untuk mendorong terbentuknya Negara Palestina yang merdeka selaras mandat UUD 1945.
Selain itu pentingnya tindak nyata terpadu berbagai elemen masyarakat internasional dalam menghentikan kekejaman Israel, antara lain melalui mekanisme IPU dan HAM internasional untuk mendorong misi pemantauan dan kunjungan ke penjara dan tempat tahanan Israel. Menurut Dr. Nurhayati, kondisi tahanan perempuan juga memerlukan perhatian khusus karena kerentanan mereka terhadap kekerasan dan pelanggaran hak.
Pesan serupa telah disampaikan Dr. Nurhayati dalam wawancaranya dengan Al Jazeera dan Press TV London. Pertemuan itu menggarisbawahi pentingnya Israel mematuhi berbagai konvensi internasional terkait hak tahanan dan menjamin pemenuhan hak tahanan Palestina serta menghentikan tindak kekerasan dan pelanggaran hak mereka. Pertemuan juga menegaskan pentingnya penyelesaian menyeluruh konflik Palestina melalui terbentuknya Negara Palestina yang merdeka sehingga tahanan Palestina tidak ada lagi.
Konferensi menegaskan kembali pendudukan ilegal Israel sebagai akar permasalahan yang memunculkan resistensi rakyat Palestina dan menyebabkan penangkapan dan penahanan mereka di penjara dan tempat tahanan Israel. Dalam pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk mencanangkan tahun 2011 sebagai Year of Palestinian Women Prisoners dan membentuk empat Kelompok Kerja yang terdiri dari Pokja Hukum untuk menjajaki langkah hukum terhadap Israel.
Sedangkan Pokja Politik untuk menjajaki opsi politik global dalam menghentikan tindakan keji Israel, Pokja Media untuk mengekspose kekejaman Israel, dan Pokja Artistik untuk memajukan karya artistik para tahanan Palestina.