REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak agar Panitia Khusus DPR RI untuk Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (RUU PTUP) segera membatalkan pembahasan RUU tersebut. Siaran pers Kontras yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan, pengesahan RUU PTUP hanya akan menambah ruwetnya persoalan agraria di Tanah Air.
Selain itu, menurut LSM tersebut, RUU PTUP juga berpotensi melegalkan perampasan tanah serta kekerasan terhadap masyarakat di seluruh wilayah Republik Indonesia. Kontras menyorot antara lain Pasal 11 dan 12 dari RUU PTUP yang membuka lebar peran dan legitimasi swasta untuk turut mengambil tanah masyarakat atas nama kepentingan umum.
Sedangkan dalam Pasal 13 RUU PTUP, setidaknya terdapat 17 legitimasi atau alasan yang dapat digunakan oleh negara untuk mengambil alih tanah rakyat atas nama kepentingan umum dan pembangunan. Sementara itu, masih menurut Kontras, dalam RUU PTUP tidak ada jaminan bahwa bangunan atau tanah yang akan dijadikan untuk kepentingan umum tersebut tidak akan dialihfungsikan.
Kontras mengingatkan pengalaman yang pernah terjadi dalam kasus tukar guling tanah SMP 56 di Jakarta untuk perniagaan dan swastanisasi Taman Nasional. Lebih jauh, munculnya RUU ini akan menjadi legitimasi tindakan kekerasan bagi para pemilik modal serta pemerintah kepada para kelompok rentan terkait definisi 'kepentingan umum.'
Menurut Kontras, 'kepentingan umum' dalam RUU PTUP tidak memberikan definisi yang cukup jelas dan ketiadaan keberpihakan kepada masyarakat luas, serta memperlemah posisi tawar masyarakat. Karenanya, LSM itu juga meminta Pansus DPR RI segera mencabut RUU PTUP karena tidak mempertimbangkan berbagai aspek filosofis, historis, yuridis, serta pertimbangan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
Kontras juga mendesak pemerintah membuka ruang partisipasi dan konsultasi publik seluas-luasnya dalam merumuskan kebijakan terkait pertanahan dan kepentingan umum. Pemerintah dan aparat keamanan juga diminta agar mengedepankan mediasi untuk menyelesaikan konflik dan sengketa tanah serta dengan menghindari kekerasan.
Sebelumnya, Kepala BPN Joyo Winoto dalam sejumlah kesempatan mengatakan, salah satu tujuan dirumuskannya RUU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum adalah dalam kerangka memberantas aksi spekulan tanah yang seringkali merugikan investor.