REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa menolak usulan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie agar MA tidak mengurusi masalah pengangkatan, pembinaan, dan pemberhentian hakim. "Apa akan kembali dua atap seperti dulu. Seperti waktu departemen kehakiman dengan Mahkamah Agung," kata Harifin, usai Shalat Jumat di Jakarta.
Menurut Harifin, dengan adanya satu atap, Mahkamah menyeleksi calon hakim sendiri, semua urusan peradilan berada di satu tangan. Kecuali seleksi hakim agung, yang memang mensyaratkan keterlibatan Komisi Yudisial. Ketika era dua atap, kata Harifin, banyak ketidaksamaan antara Departemen Kehakiman dan Mahkamah. "Artinya kami mau begini tapi tidak dipenuhi departemen dan pemerintah," kata Harifin.
Dia justru mempertanyakan alasan kembali ke dua atap apakah lebih baik. Pada era orde baru, berdasar UU Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU No.14 Tahun 1970), terjadi dualisme peradilan.
MA mengatur teknis peradilan, sementara administrasinya dikendalikan Departemen Kehakiman, tetapi karena putusan hakim ternyata mudah diintervensi pemerintah, maka pasca jatuhnya Soeharto, terjadi reformasi kekuasaan kehakiman. Hingga akhirnya lahri UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Jimly dalam Seminar Komisi Yudisial bertajuk Reformulasi Metode Seleksi Calon Hakim Agung, meminta Mahkamah dan badan-badan peradilan di bawahnya cukup bertindak sebagai pengguna (user). Sementara itu tenaga-tenaga hakim yang diangkat, dibina, dan diawasi kinerjanya oleh suatu lembaga tersendiri secara terpadu, yaitu lembaga Komisi Yudisial.