Kamis 24 Feb 2011 14:57 WIB

Pemerintah Matangkan Opsi Pemulangan WNI di Libya

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Didi Purwadi
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene (kiri)
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pemerintah Indonesia sudah siapkan beberapa alternatif untuk memulangkan warga negera Indonesia (WNI) di Libya. Saat ini pemerintah sedang mematangkan alternatif tersebut di kantor Kementerian Kordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam)

"Kita menunggu saja hasil dari kordinasi itu," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, saat dihubungi Republika, Kamis (24/020. Berdasarkan perkembangan situasi di Libya yang sudah membuka akses bandara, maka proses evakuasi WNI akan lebih difokuskan dengan jalur udara.

Data yang diperoleh Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Libya menyebutkan jumlah WNI di sana sekitar 875 orang. Sebanyak 130 orang diantaranya merupakan mahasiswa. Sisanya adalah pekerja dari perusahaan besar di Indonesia yang memang sedang mengerjakan proyek di negera yang sedang bergejolak tersebut.

Sebagian besar WNI masih memilih tinggal di kediaman mereka di kompleks perumahan yang disediakan oleh perusahan tempat mereka bekerja. Para mahasiswa juga masih tinggal di bandara. Sedangkan, WNI yang tercatat ditampung di KBRI berjumlah 10 orang.

Kabar terakhir yang diterima Michael, kondisi Libya masih sangat dinamis. Gerakan-gerakan anti pemerintah tersebar di banyak tempat. KBRI sudah menghimbau kepada WNI di Libya untuk berhati-hati dan selalu berkomunikasi dengan kedutaan.

Jika kondisi tempat tinggal mereka dirasa sudah tidak aman, KBRI bersedia untuk menampung. "Sejauh ini belum ada informasi warga kita yang menjadi korban di sana," ujarnya.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan bahwa ada sekitar 1.000 orang lebih tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berada di Libya. Banyak diantara mereka adalah pembantu rumah tangga yang kesulitan akses komunikasi ke KBRI. "Akses untuk keluar rumah juga tidak semuanya bisa," katanya.

Anis tidak ingin pengalaman evakuasi TKI di Mesir terulang kembali. Ketika mesir bergolak, menurutnya, banyak TKI yang tidak terangkut. Kurangnya akses keluar rumah dan komunikasi itu menghambat mereka untuk bisa ikut dalam proses evakuasi. "Tuduhan diskriminasi pun muncul. Diskriminasi terhadap TKI karena yang terangkut lebih banyak mahasiswa dan keluarga diplomat," ujarnya.

Oleh karena itu, dia berharap proses evakuasi TKI di Libya jauh lebih baik. "Pemerintah harus lebih ekstra dalam upaya evakuasi. Pemerintah harus lebih pro aktif," tegas Anis. Pemerintah harus bisa mengumpulkan informasi dan data detail soal TKI yang berada di Libya saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement