REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Rancangan revisi kode etik DPR yang pada Rabu (16/2) telah diparipurnakan sudah selayaknya ditolak. Rancangan yang merupakan oleh-oleh hasil studi banding ke Yunani dan Mesir pada kenyataannya malah lebih buruk daripada kode etik DPR No 16 tahun 2004. Demikian disampaikan Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti, Kamis (17/2).
"Banyak pasal-pasa prinsipil yang berkenaan dengan pengelolaan jabatan, anti-KKN, dan prinsip transparansi terbuang," kata Ray dalam siaran persnya. Hal ini tercermin dari hilangnya pasal 9, 11, 14, 15 kode etik DPR No 16 tanpa penggantian yang bukan saja lebih memadai dan ketat.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.Jelas pasal-pasal itu merupakan penegakan atas prinsip-prinsip anti-KKN, suap, dan rangkap jabatan hilang tanpa bekas. "Ditambah dengan pasal tentang ketidakhadiran fisik yang awalnya 3 kali menjadi 6 kali," katanya. Menurut Ray, jelas konsep kode etik ini bertujuan menciptakan DPR yang mudah terjerat praktik KKN, suap, dan rangkap jabatan.
Dia mengatakan, revisi kode etik melegalkan kemalasan anggota DPR untuk sidang dan rapat-rapat. "Potensi akan makin banyak RUU yang tak dapat diselesaikan akan makin terbuka," katanya. Rapat atau sidang yang tidak kuorum kemungkinan akan menjamur.
Ray menyerukan agar anggota DPR menolak draf kode etik hasil studi banding ke Yunani dan Mesir ini. "Poin tentang larangan ke tempat pelacuran dan perjudian bukanlah kemajuan utama kode etik ini," kata dia. Bahkan, kata Ray, pasal ini seolah ingin membarter kelemahan prinsip dan subtansi pengaturan lain dengan norma-norma transenden dan sosial.