REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kalangan anggota Komisi III DPR RI mempertanyakan tindak lanjut penanganan laporan Pusat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait rekening gendut sejumlah perwira tinggi Polri. Saat rapat kerja Komisi III dengan PPATK di gedung DPR Jakarta, Rabu (16/2), anggota Komisi III Edi Ramli Sitanggang menyatakan bahwa dulu PPATK telah memberi laporan terbuka mengenai adanya 17 rekening gendut mencurigakan milik para perwira tinggi Polri dan karenanya menjadi pertanyaan bagaimana penanganan selanjutnya.
"Bagaimana resikonya kalau hasil laporan itu tidak ditindaklanjuti. Ini tidak bisa kita biarkan, karena ini menyangkut kredibilitas PPATK," ujarnya.
Hal senada juga dipertanyakan anggota Komisi III dari FPDIP Eva Kusuma Sundari. Menurut dia, untuk menguak kasus rekening gendut mencurigakan itu tidak mungkin pihak Polri yang memintanya sendiri. Menurut Eva, karena tidak ada yang meminta untuk membuka aliran dana di rekening-rekening gendut itu, maka sudah sewajarnya apabila PPATK yang berinisiatif melakukannya tanpa perlu diminta siapapun.
"Kalau untuk masalah perpajakan dan bea cukai tentu sudah banyak yang meminta. Belum lama ini sejumlah bupati di Komisi III mengeluhkan bahwa mereka menjadi ATM Kejaksaan, dan belum lama ini ada jaksa yang ditangkap KPK. Dalam hal-hal ini, PPATK harusnya inisiatiflah. Tidak perlu diminta," ujarnya.
Sementara anggota lainnya, Bambang Soesatyo (FPG) menegaskan bahwa pada satu sisi, PPATK bisa menjadi "malaikat" dan pada sisi lain dengan kewenangannya pula bisa menakut-nakuti pihak lain guna meredam kasus mereka. "Tren korupsi, kata KPK, menurun. Tapi PPATK mengatakan trend ini justru meningkat," ujarnya.
Dikemukakannya bahwa banyak kasus yang sebenarnya bisa dibuka melalui pintu PPATK ini, tetapi pada kenyataannya sedikit sekali kemajuan penanganan kasus yang disampaikan ke masyarakat. Sedangkan Abu Bakar Al-Habsy (F-PKS) mengatakan bahwa PPATK telah menyatakan ada 64 ribu laporan transaksi keuangan mencurigakan yang masuk.
"Jelaskan bagaimana dinyatakan transaksi itu dinyatakan janggal? 1320 (transaksi) ke Polri dan 105 ke Kejaksaan. Namun hanya 47 laporan yang ditindaklanjuti," katanya.
Selain itu, ia menambahkan, PPATK sudah dua kali memberikan data kepada Timwas Century DPR, tapi semua data itu ternyata juga tidak dapat digunakan. Karenanya ia meminta PPATK memberi data yang valid dan bisa digunakan DPR untuk mengusut kasus korupsi itu. "Atau apa ada yang menghambat supaya data transaksi keuangan mencurigakan itu tidak diberikan. Kalau bapak (Yunus Husein, Kepala PPATK) tertekan katakan pak. Kami bantu bersama-sama," ujarnya.