Rabu 09 Feb 2011 13:26 WIB

Sejarah Hari Pers Perlu Dikaji Ulang

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Hari Pers Nasional 2011 di Kupang, NTT, Rabu (9/2)
Foto: Antara/Widodo S Jusuf
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Hari Pers Nasional 2011 di Kupang, NTT, Rabu (9/2)

REPUBLIKA.CO.ID,PALU - Wartawan senior Sulawesi Tengah, Tasrief Siara, mengatakan bahw sejarah perjuangan pers nasional sebaiknya dikaji kembali. Sebab, masih ada perbedaan persepsi terhadap Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada 9 Februari.

"Dari sana baru bisa kita menentukan titik lahir HPN. Ini agar kita punya paradigma bersama tentang HPN," kata Tasrief di Palu itu, Rabu (9/2).

Ia mengatakan bahwa selama ini HPN lebih pada memperingati hari jadi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), bukan hari pers Indonesia. Karena, terbukti yang terlibat dan dilibatkan setiap HPN hanya orang-orang PWI saja.

"Saya tidak pernah melihat teman-teman dari AJI ataupun Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) yang dilibatkan di sini. Padahal, AJI (Aliansi Jurnalis Independen) lebih dominan melakukan proteksi dan advokasi terhadap setiap tindak kekerasan wartawan maupun pelatihan-pelatihan jurnalistik untuk meningkatkan kapasitas jurnalistik," kata Tasrief. "HPN itu masih paradigma lama. Siapakah pelaksananya hari pers itu, coba lihat, semua ketua PWI diundang ke acara itu, kenapa AJI atau IJTI tidak diundang."

Mantan Ketua AJI Palu periode 2003-2005, Jafar G Bua, mengatakan bahwa HPN yang ditetapkan setiap tanggal 9 Februari itu tidak bisa dijadikan rujukan menjadi hari pers nasional. Karena, tanggal tersebut merupakan hari jadi PWI. "HPN perlu dikaji kembali karena tidak sesuai dengan semangat sejarah pertama kali munculnya pers di Indonesia," kata Jafar.

Jafar mengutip penelusuran budayawan Taufik Rahzen yang kemudian membukukan hasil penelusuran tersebut dalam buku '100 Tahun Pers Nasional'. "Di sana Taufik menyimpulkan mestinya hari kelahiran pers nasional itu ditandai tonggaknya dari terbitnya surat kabar Medan Prijaji pada 1 Januari 1907," katanya. Menurut Jafar, alasan Taufik Rahzen lebih condong peringatan HPN setiap 1 Januari sesuai dengan terbitnya surat kabar berbahasa melayu, Medan Prijaji, di Bandung pada 1 Januari 1907. Koran tersebut dibidani Raden Mas Tirto Adhi Soerjo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement