Jumat 28 Jan 2011 13:39 WIB

Menkumham: Ayin Bebas Atas Perintah UU

Patrialis Akbar
Foto: antara
Patrialis Akbar

REPUBLIKA.CO.ID,PADANG--Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, pembebasan bersyarat Artalyta Suryani alias Ayin pada 28 Januari 2011 merupakan perintah Undang-Undang. "Jadi keluarnya Ayin tidak ada bantuan sedikit pun kecuali atas perintah Undang-Undang," kata Patrialis saat membuka "Evalusi Dilkumjakpol dan Law Center" di Padang, Jumat.

Ia mengatakan, penegak hukum sadar betul apa yang dilakukan dan semua dilakukan sesuai aturan. Sanksi kepada Ayin pun, menurutnya, sudah diberikan sebagai terpidana. Ia juga mengatakan, hakim yang menjatuhkan vonis kepada Ayin pun pasti juga sudah menghitung kapan terpidana kasus korupsi penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan ini bisa dikeluarkan dari penjara. "Hakim kan umumnya tahu kapan terdakwa yang ia vonis keluar setelah mungkin menerima asimilasi atau remisi dan lain-lain," ujar dia.

Karena itu, Patrialis menolak jika dikatakan telah mengurangi masa hukuman Ayin. "Masya Allah, mana mungkin. Kami tidak bisa tahan seseorang kalau seharusnya sudah waktunya keluar, karena bisa melanggar HAM," ujar dia.

Untuk kasus Ayin, ia kembali mengatakan bahwa terpidana kasus suap itu sudah melalui dua per tiga masa tahanan sehingga bisa bebas bersyarat. "Ini pembebasan bersyarat ya, jadi kalau dia tidak memenuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi langsung dimasukkan lagi ke sel," ujar dia.

Artalyta divonis Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) lima tahun penjara dan denda Rp250 juta karena menyuap jaksa Urip Tri Gunawan sebesar 600.000 dolar AS terkait penanganan tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim. Dalam vonis sidang Peninjauan Ulang (PK), Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman Ayin enam bulan, sehingga total hukuman hanya 4,5 tahun.

Pengurangan masa tahan tersebut, menurut juru bicara MA, karena Artalyta hanya sebagai penghubung dari istri obligor BLBI Sjamsul Nursalim dengan jaksa Urip Tri Gunawan, dan terpidana tidak mendapatkan keuntungan apa pun.

Sesditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Dindin Sudirman menjelaskan, sesuai Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan setiap narapidana mendapat 13 macam hak, termasuk di antaranya remisi, pembebasan bersyarat, dan hak perdata lainnya seperti menikah dan melayat orang tua.

Sementara itu, Dindin mengatakan, berkaitan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pengaturan Hak Warga Binaan, terpidana khusus pun disebutkan tetap mendapat remisi. "Remisi diberikan tapi bukan seperti napi pada umumnya yang enam bulan, tapi harus menjalani sepertiga masa tahanannya dulu".

Yang termasuk terpidana khusus yakni dari kasus korupsi, pembalakan liar, dan terorisme.

Sedangkan terkait sanksi register F dimana napi tidak mendapatkan remisi selama satu tahun, ia menjelaskan diberikan pada napi yang melawan petugas, berkelahi, mempengaruhi napi lain tidak tertib.

Dalam kasus fasilitas tahanan mewah Ayin, ia mengatakan berdasar hasil pemeriksaan pihak Kementerian Hukum dan HAM terpidana tidak meminta fasilitas tetapi petugas Rumah Tahanan (Rutan) yang menawarkan, karena itu petugas yang ditindak. Ayin pun tidak diberi remisi, karena jika diberikan seharusnya sudah bebas bersyarat pada 8 November 2010.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement