Kamis 20 Jan 2011 09:03 WIB
Pro-Kontra

'Kami Ingin Mafia Hukum Terusut Tuntas'

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Johar Arif
Denny Indrayana
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Denny Indrayana

REPUBLIKA.CO.ID,Vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Gayus Tambunan kemarin bukan akhir dari kisah mafia pajak dan mafia hukum yang selama ini menyedot perhatian masyarakat. Bahkan, keterangan Gayus kepada pers usai menerima vonis justru membuka bab baru dalam cerita ini. Bagaimana selanjutnya kisah pemberantasan mafia hukum/pajak di negeri ini? Berikut wawancara Republika dengan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana:

Anda dituduh mengatur pelarian Gayus dan penangkapannya di Singapura?

Dari percakapan Blackberry Mesenger (BBM) ini terlihat bahwa itu tidak betul. Kami tidak tahu bahwa dia di Singapura. Kemudian ada bukti bahwa Gayus menyebutkan nama perusahaan terkait kasus pajak.

Nama Anda diberi highlight khusus oleh Gayus. Sebelumnya juga disebut oleh pengacara Hotma Sitompul, terkait komunikasi dengan Milana, istri Gayus?

Menjadi highlight karena di antara semua anggota Satgas, nama yang sering disebut adalah saya dan Pak Ota (Mas Ahmad Santosa). Juga Pak Yunus (Husein) kadang-kadang. Karena memang yang sering dapat tugas adalah saya dan Pak Ota. Apakah ini bagian dari tugas sebagai staf khusus presiden, saya tidak terlalu paham. Yang bisa menjawab soal itu adalah yang meng-highlight.

Tetapi saya menyetujui bahwa konsekuensi kita saat mendapakan amanah ini, memberantas mafia hukum, tantangannya sudah kita lihat. Petanya memang hutan belantara dan ada risiko-risiko yang harus kita hadapi. Tetapi kita tetap akan terus maju melaksanakan tugas tanpa menyerah. Mafia hukum tidak boleh menang. Kita akan terus lawan.

Tiba-tiba Gayus sempat ada di ruangan kerja Anda. Dalam kapasitas apa?

Ada tiga pertemuan dengan Gayus. Pada 24 Maret (2010) adalah pertemuan ketiga. Pada saat itulah, sebelum dia pulang, untuk memudahkan komunikasi, kita bertukar PIN BB (Blackberry). Tiga pertemuan itu di kantor saya semua  -- Kantor Staf Khusus Presiden bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN, di Binagraha, Jakarta -- supaya relatif steril dan aman. Pertemuan itu untuk menggali informasi. Ada rekamannya yang sudah kami serahkan ke polisi dan KPK.

Dalam pembicaraan Blackberry Massenger (BBM), saat Gayus di Singapura, kami (Satgas) tidak tahu dia ada di mana. Baru padal 29 Maret (2010), saya menerima BBM dari Gayus. Isinya: "//Mas, saya minta maaf sebelumnya, saya benar-benar kaget waktu tanggal 24 saya baca//." (Tanggal 24 adalah tanggal kami bertukaran PIN BB). "//AK (maksudnya Andi Kosasih) sudah ditetapkan tersangka pemberian keterangan palsu. Pasti saya juga sama. Jadi daripada saya diamankan Polri, makanya saya pergi. Sudah itu Ditjen Pajak juga sewenang-wenang sama saya. Saya makin gak ada pegangan. Jaringan saya di DJP (Ditjen Pajak , red): Maruli Manurung, Bambang Heru Ismiarso//’’.

Pesan itu menunjukkan bahwa dia pergi (ke Singapura) tanpa kita tahu. Tidak betul informasi Gayus bahwa Satgas yang merancang dia ke Singapura dan Satgas yang kemudian menemukan dia di Singapura dengan rencana.

Saya tanya: ‘’//Anda di mana//?’’ Kalau saya tahu dia di Singapura, saya enggak nanya. "//Kalau Anda kooperatif tentunya lebih baik//." Tidak dijawab. Saya tanya lagi: "//Sebaiknya Anda datang dan menyerahkan diri. Tidak akan pernah selesai dan tenang kalau lari. Justru lebih sulit.//"

Saya BBM lagi karena tidak dibalas: "//Saya jemput Anda di manapun. Kita selesaikan dengan baik.//" Bagaimana mungkin saya bilang ‘’Anda di manapun’’, kalau saya tahu dia di mana. "Kalau Anda kooperatif, bisa ada keringanan." Ini maksudnya, kalau seorang kooperatif, proses hukum dia -- bisa memberikan informasi -- menurut aturan itu bisa menjadi faktor yang meringankan. "//Kita ketemu di mana?//" Setelah dia lama tidak membalas akhirnya membalas: "//Saya belum siap, Mas//."

Saya kirim pesan lagi: "//Lebih baik sekarang mas. Daripada ditangkap, justru tidak ada keringanan. Saya saran kerjasama saja. InsyaAllah ada keringanan. Berbuat baik pasti ada manfaatnya. Kami Insya Allah akan bantu kawal terus jika Anda kooperatif//." Gayus menjawab: "//Saya juga sedang timbang-timbang itu, Mas. Apakah memungkinkan saya bantu dari jarak jauh, Mas?//"

Dia tidak sebut darimana. Dia hanya bilang itu. Trus saya balas lagi: "Akan lebih baik kalau kita bisa komunikasi secara langsung. Saya khawatirr tidak akan efektif kalau komunikasi dari jarak jauh. Informasi langsung dari Mas, akan sangat membantu pengungkapan kasus ini. Jika setuju, kita akan jemput" Saya tidak tahu jemput di mana.

Ini masalah teknis, chatting BBM itu saving-nya tidak lebih dari tujuh hari dan larinya ke Kanada. Apakah transkrip chatting antara Anda dan Gayus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum?

Silakan kalau masih ragu, ikut untuk melihat langsung. Itu kan di-save, tidak di BB-nya, tetapi di SD card-nya. Dan option-nya adalah save to media card. Kenapa itu saya lakukan? Karena saya paham betul ini adalah salah satu langkah dalam melaksanakan tugas, sehingga dokumentasinya ada. Memang sengaja. Memang kemudian semua harus diantisipasi. Ini bukan tugas ringan. Sehingga kemudian, saya simpan di kartu memorinya. Jadi ada sampai sekarang.

Lalu, apa yang ada di dalam pikiran Anda untuk berkomunikasi dengan Milana?

Milana itu konteksnya sama. Kelihatannya setelah berkomunikasi dengan Gayus, mereka memutuskan menggunakan Bang Buyung (sebagai pengacara). Setelah berkoordinasi, kami menyepakati itu. Kemudian melakukan perbincangan di BBM group, dan kami mempertemuakan mereka dengan Bang Buyung. Di situlah kemudian terjadi pertukaran PIN. Itu saja

Anda yang  menyarankan agar Gayus memakai pengacara seperti Adnan Buyung Nasution. Itu atas dasar apa?

Itu tercetus pada pertemuan ketiga dengan Gayus yang setelahnya dia pergi. Di sini kita menjawab soal tuduhan Gayus bahwa kita yang menyarankan Adnan Buyung Nasution sebagai kuasa hukumnya. Kita sedang membahas soal perlindungan sebenarnya. Kita bicara tentang bahwa ada kuasa hukum yang mendampingi.

Waktu itu saya bilang, perlindungannya dari Satgas, KPK, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) , itu bareng-bareng. Nah, sementara itu, saya usulkan advokatnya jangan yang main-main. Saya mengusulkan dua nama, yakni Alex dan Taufik Basari.

Di sisi lain, rekan tim advokasi, Ronny, mengatakan: "Makanya Mas Gayus harus cepat memutuskan. Begitu iya, harus ada langkah lanjutan. Setelah ada itu, kalau memang oke, siapkan perangkat pendukungnya, dukungan publik, sewa pengacara Alex, Tobas (Taufik Basari) atau Bambang Widjojanto."

Nama Bang Buyung (Adnan Buyung) justru muncul belakangan dan dipilih oleh Gayus. Ini untuk menggambarkan yang memutuskan memilih Bang Buyung memang haknya Gayus dan itu yang terjadi. Bang Buyung memang kita sebut di kesempatan yang lain.

Yang krusial dari semua itu, agar praktik mafia hukum terusut tuntas dan Gayus yang kooperatif. Kemudian  tercetus pemikiran perlunya kuasa hukum yang tepat. Nama-nama yang kita usulkan itu adalah orang-orang yang mempunyai visi yang sama. Semua bisa lihat rekam jejaknya. Konteksnya adalah untuk mengawal agar yang terungkap adalah praktek mafia hukumnya, agar tuntas.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement