REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan permasalahan hukum perlindungan WNI termasuk TKI di Arab Saudi, antara lain karena adanya TKI ilegal yang mempersulit upaya memberikan perlindungan kepada mereka. Menurut Marty dalam pertemuan dengan tim khusus TKI DPR RI di Gedung DPR/MPR Senayan Jakarta, Selasa, pihaknya kesulitan karena tidak tersediannya data keberadaan TKI di Arab Saudi.
Hal itu mengakibatkan perwakilan atau staf KBRI sulit memantau keberadaan TKI. Khusus untuk pekerja domestik, akses untuk memantau keberadaan TKI sangat terbatas. Notifikasi terhadap kasus-kasus yang menimpa TKI sangat lambat diterima dari otoritas setempat. Dalam beberapa kasus WNI yang menghadapi permasalahan hukum tidak ingin masalahnya diungkapkan kepada keluarga di Indonesia.
"Selain itu, penerapan hukum di Arab Saudi dimungkinkan penyelesaian melalui pemanfaatan dan pembayaran denda sehingga tidak menimbulkan efek jera," kata Marty. Mengenai permasalahan hukum perlindungan WNI, Marty mengungkapkan, pihaknya kesulitan karena pelaku penempatan TKI di luar negeri tidak melakukan pelaporan penempatan TKI pada perwakilan RI.
Di sisi lain, juga adanya perbedaan sistem hukum sehingga kontrak kerja TKI belum tentu diakui oleh sistem hukum negara tujuan. "Adanya praktik perpindahan majikan di negara tujuan tanpa dilaporkan kepada perwakilan RI oleh agensi, majikan maupun TKI, juga menjadi penyebab TKI yang semulanya legal menjadi ilegal," katanya.
Praktik umum di Timur Tengah, kata Menlu, TKI sering dihadapkan pada kenyataan bekerja pada beberapa keluarga di satu rumah. "Ketidakpahaman TKI terhadap kondisi dan budaya setempat berdampak pada munculnya berbagtai masalah khususnya antara TKI dan majikan," tegasnya.
Ketua BNP2TKI Jumhur Hidayat memastikan adanya pelaksanaan pengetatan pengiriman TKI. Sistem yang dimiliki oleh BNP2TKI memungkinkan bisa "online" dengan KBRI di Arab Saudi sehingga tidak lagi ada penipuan-penipuan yang bisa terjadi.
"Kita juga membuat sistem 'online' sampai ke tingkat kabupaten dan kota dan memberikan latihan-latihan dengan absensi elektronik, sehingga tidak mungkin lagi kita mengirimkan TKI tanpa kualitas," katanya.