REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-- Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, membantah pihaknya melakukan korupsi Rp2,3 triliun terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangasn (BPK) tentang penyimpangan di kementerian yang dipimpinnya.
"Penyimpangan APBN 2009 yang dilaporkan BPK itu bukan berarti penyelewengan atau mengarah ke tindak pidana korupsi," katanya kepada pers di kediamannya, di Surabaya, Ahad.
Didampingi staf khusus bidang media massa, Sukemi, ia menjelaskan bahwa penyimpangan yang ditemukan BPK umumnya tentang proyek rumah sakit pendidikan (RSP) yang seharusnya sudah selesai, tapi ternyata belum.
"Jadi, nilai proyek tidak diselewengkan atau bahkan dikorupsi, tapi ada kerugian akibat penyelesaian yang tidak tepat waktu. Umumnya proyek di rumah sakit pendidikan (RSP)," katanya.
RSP yang dimaksud ada pada sembilan universitas yakni Unair, Universitas Mataram, Universitas Sumatera Utara (USU), Unhas, Unpad, UGM, Universitas Brawijaya (UB) Malang, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dan Universitas Udayana (Unud) Denpasar.
Menurut mantan Rektor ITS Surabaya itu, bentuk penyimpangan lainnya adalah adanya 150-an rekening yang dikategorikan BPK sebagai rekening liar. "Tapi, rekening itu juga bukan diselewengkan, melainkan rekening yang dibuka atas nama pembantu rektor yang membidangi kerja sama dengan mitra asing, pemerintah, atau swasta," katanya.
Belajar dari temuan BPK itu, katanya, pihaknya akan segera mengadakan rapat kerja (raker) terkait peraturan perundang-undangan, agar status audit BPK berupa "wajar dengan pengecualian" (WDP) dapat berubah menjadi "wajar tanpa pengecualian" (WTP).