REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan pada 2010 hingga 27 Desember, menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Keterangan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus Husein yang diterima di Jakarta, Senin (10/1), menyebutkan, jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang disampaikan ke PPATK mencapai 63.440 laporan dari 334 penyedia jasa keuangan (PJK).
Padahal pada 2009, jumlah LTKM mencapai 46.576 laporan yang berasal dari 302 PJK. Lalu pada 2008 mencapai 23.056 laporan dari 244 PJK, pada 2007 sebanyak 12.624 laporan dari 193 PJK, dan pada 2006 sebanyak 6.783 laporan dari 161 PJK.
Jika dirinci, 334 PJK pelapor pada 2010 terdiri dari 161 bank dan 183 non bank. Non bank terdiri dari 58 perusahaan efek, empat manajer investasi, 59 pedagang valuta asing, satu dana pensiun, 23 lembaga pembiayaan, 34 perusahaan asuransi dan empat perusahaan pengiriman uang.
Dugaan tindak pidana asal berupa korupsi pada 2010 mencapai 305 LKTM, penggelapan (54), penipuan (64), kejahatan perbankan (11), teroris (5), perjudian (4), penyuapan (20), narkotika (26), pencurian (8), dan tidak teridentifikasi (318).
Selama 2010, tidak terdapat LTKM dengan dugaan tindak pidana asal berupa pemalsuan dokumen, penggelapan pajak, pornografi anak, pemalsuan uang rupiah, pembalakan liar, dan penyelundupan.
PPATK, menurut Yunus melakukan analisis berdasar laporan LTKM. Hasil analisis dugaan tindak pidana asal berupa korupsi sebanyak 129 laporan hasil analisis, penggelapan (9), penipuan (37), kejahatan perbankan (6), teroris (5), perjudian (3), penyuapan (14), narkotika (7), pencurian (2), dan tidak teridentifikasi (101).
Hingga akhir Desember 2010, secara komulatif, sejak berdiri, PPATK sudah menyelesaikan 1.425 hasil analisis yang diolah dari 2.260 LTKM. Semua hasil tadi telah disampaikan kepada aparat penegak hukum.
Jumlah itu, 1.320 hasil analisis disampaikan kepada Kepolisian dan Kejaksaan, sementara 105 hasil laporan disampaikan hanya kepada Kejaksaan.
Yunus Husein mengatatakan, sekalipun laporan hasil analisis yang disampaikan oleh PPATK kepada penegak hukum terus meningkat dari tahun ke tahun, Namun penyelesaian perkara tindak pidana pencucian uang masih relatif sedikit.
"Sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dianggap masih belum optimal. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama yang lebih baik lagi di antara para pemangku kepentingan dalam membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia," katanya.