Sabtu 25 Dec 2010 07:52 WIB

'Logikanya, Yusril dan Pihak Swasta Juga tak Bersalah'

Yusril Ihza Mahendra
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Padjajaran (Unpad) Gde Pantja mengatakan, secara logika, Yuril Ihza Mahendra dan tersangka kasus sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum) lainnya juga harus dibebaskan dari tuntutan hukum.

Pantja menilai, kasus Sisminbakum harus dilihat dari inti permasalahannya, yaitu soal kebijakan pada masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Yusril yang saat itu menjabat Menteri Hukum dan HAM dan Romli, Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU), hanyalah sebagai pelaksana.

"Ini persoalan kasus Pak Romli kan soal kebijakan yang berkenaan dengan Sisminbakum. Sisminbakum sudah disetujui oleh Presiden, dan Menkum HAM hanya sebagai pelaksana dan Pak Romli juga sebagai pelaksana. Logikanya, bawahannya (Romli) tidak terbukti dan berujung pada pembebasan beliau oleh Mahkamah Agung, maka Yusril juga harus bebas," jelas Pantja saat dihubungi di Jakarta, Jumat (24/12).

Tak hanya Yusril, lanjut Pantja, para tersangka lain yang sudah dijerat juga harus bebas. Menurutnya, keterlibatan swasta dalam kasus sisminbakum adalah bagian dari kebijakan pemerintah di mana saat itu negara tidak memiliki anggaran untuk program tersebut. "Kalau sebuah kebijakan disetujui oleh Presiden dan tidak ada kerugian negara, maka pihak swasta, tidak ada alasan, bisa diproses secara hukum. Teman-teman Pak Yusril pun juga harus bebas. Tak ada alasan," tegasnya.

Soal sikap ngotot Kejaksaan Agung untuk melanjutkan kasus tersebut, Pantja menilai pihak Gedung Bundar harus melihat perkara ini secara jernih. "Mungkin Kejaksaan punya pertimbangan lain, tapi saya berpadangan bahwa, baik Pak Romli dan Pak Yusril hanya pelaksana saja dan harus diingat tidak ada yang salah, tidak ada kerugian negara dalam kasus Sisminbakum," tutupnya.

Mahkamah Agung menjelaskan beberapa alasan mengabulkan permohonan kasasi Romli Atmasasmita dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 345/pid/2009/PT DKI 20 Januari 2010 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 7 September 2009.

MA mengabulkan permohonan kasasi itu karena penyelenggaraan pengesahan akta pendirian PT dengan sistem online atau sisminbakum termasuk kesepakatan pemerintah Indonesia dan IMF. Sayangnya, saat itu tidak didukung oleh anggaran negara. Karena itu, Yusril sebagai Menkum HAM, dalam sidang kabinet, mengajukan kerja sama dengan pihak swasta yaitu PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) dan disetujui Presiden Abdurahman Wahid untuk selanjutnya dilaporkan kepada Bappenas.

Proses Sisminbakum juga telah diperkuat dengan SK, seperti pemberlakuan Sisminbakum, SK tentang penunjukan SRD, surat perjanjian kerja sama tarif akses serta pembagian. Koperasi Pengayoman Depkum HAM (ssebelum menjadi Kemenkum HAM), mendapat 10 persen dan PT SRD 90 persen.

Romli, saat menjabat sebagai Dirjen AHU, menjalankan kebijakan menteri secara materil dan tidak mendapatkan keuntungan. Demikian pula, terhadap uang Rp1,316 miliar yang belum ditetapkan Peraturan Pemerintah sebagai penghasilan negara bukan pajak (PNBP) sehingga tidak bisa disebut merugikan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement