Kamis 16 Dec 2010 04:56 WIB

Satgas Diminta Pantau Suap MK

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Satgas Pemberantasan Mafia Hukum diminta ikut memantau kasus dugaan suap di Mahkamah Konstitusi (MK). Persoalan hukum terkait dugaan suap ini sudah bias. Hal itu disampaikan Andi Asrun, pengacara panitera pengganti MK Makhfud di kantor Satgas, Rabu (15/12). "Satgas kita minta untuk memantau," katanya.

Seperti diketahui, Makhfud adalah pihak yang dilaporkan oleh Tim Internal MK yang melaporkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri terkait dugaan menerima suap dari calon Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud yang juga menjadi pihak terlapor. "Kita ingin satgas mengikuti persoalan hukum suap di MK ini karena sudah bias," katanya.

Andi beralasan, kasus itu bias karena di satu sisi, sesuai dengan rekomendasi Tim Investigasi harus dibawa ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena berbagai pertimbangan, salah satunya karena kasusnya menarik masyarakat dan dari segi nominal dugaan suap terpenuhi. Di sisi lain, Ketua MK tidak percaya dengan polisi, sedangkan Sekjen MK Janedri M Gaffar pada Selasa (14/12) sudah melapor ke Bareskrim Mabes Polri.

Laporan ke Bareskrim dilakukan karena nilai nominalnya hanya Rp 35 juta, sedangkan Ketua MK kan mengatakan Rp 58 juta. "Kita ingin agar Satgas Mafia mengikuti kasus ini. Jangan sampai terpangkas karena yang dilaporkan oleh Sekjen MK itu hanya Makhfud, panitera pengganti, sebagai penerima uang dan Dirwan sebagai orang yang memberikan uang," kata Andi.

Padahal, dia melanjutnya, persoalan ini adalah mata rantai yang besar. "Makhfud hanya satu mata rantai yang dia ada di tengah," ujar Andi. Dia menambahkan, Makhfud bisa saja berbicara mengenai semua mata rantai itu ketika menjalani pemeriksaan. Makhfud berharap kasus ini diperiksa oleh KPK.

"Karena kan sudah ada laporan Pak Makhfud kepada KPK dan Refly juga sudah membawa persoalan ini ke KPK. Jadi, kenapa ini tidak dijadikan satu paket saja persoalan, sehingga bisa lebih terang benderang dan bisa mengarah pembentukan Dewan Kehormatan Hakim," ujar Andi. Dia mengatakan, kasus mengarah pada dugaan pelanggaran kode etik hakim.

Kasus Makhfud ini seharusnya menjadi titik awal, jadi perlu menghindari distorsi dan lokalisasi persoalan. "Ini kan sudah dilokalisir hanya Pak dirwan dan Makhfud, padahal bukan itu," ujar Andi. Mengenai tim internal MK untuk mengungkap kasus suap, Andi menilai masih ada persoalan.

"Begini persoalannya, dari setiap pemeriksaan kan ada berita acara dan diperlihatkan kembali hasil pemeriksaan itu, ditandatangani. kedua harus dikonfrontir dong antara keterangan nesha dengan keterangan Makhfud, karena Makhfud mengatakan Nesha (anak hakim MK Sanusi Arsyad memperkenalkan dengan Dirwan. pada tingkat internal saja, persoalan tidak dapat diselesaikan makanya kita harap Satgas mengawasi hal ini," katanya.

Andi menyayangkan hanya Makhfud dan Dirwan saja yang dilaporkan ke polisi, padahal seharusnya semua dilaporkan sebagaimana rekomendasi dari Tim Investigasi. Siapa saja yang perlu dilaporkan? "Orang yan memperkenalkan, Nesha dan Zaimar (adik ipar hakim MK Sanusi Arsyad), itu yang harus dilaporkan, sebagai pihak terlapor. pihak terlapor kan belum tentu salah toh," katanya.

Mengenai kemungkinan mafia peradilan di MK, Andi menyatakan, hal itu bisa diketahui setelah ada pemeriksaan. "Masih harus diperiksa, oleh karena itu saya setuju terhadap pembentukan Majelis Kehormatan Hakim, biar semua diperiksa karena kalau tim internal, sejak awal saya sudah ragu karena tim internal tidak bisa jangkau hakim padahal janjinya uang diberikan karena janji membawa aspirasi kepada hakim," katanya.

Makhfud dan pengacaranya mendapati kantor Satgas tanpa ada anggota Satgas di dalamnya. Beberapa anggota diketahui sedang berada di luar kota, seperti Sekretaris Satgas Denny Indrayana yang berada di Banjarmasin. Alhasil, Makhfud ditemui oleh seorang staf Satgas. Makhfud dan pengacaranya hanya bisa menitipkan surat melalui staf itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement