REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jilid II dinilai tidak memiliki strategi pemberantasan korupsi yang jelas. Parameternya, Dokumen Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi (Stranas dan RAN PK) 2010-2025 yang diluncurkan awal tahun 2010 lalu oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) belum dikelola baik oleh Presiden SBY.
"Meski sudah ada di meja kerjanya sejak lama, namun hingga saat ini presiden belum juga menandatangani ataupun meresmikan Stranas dan RAN tersebut dalam bentuk peraturan presiden (perpres)," ujar Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, Selasa (7/12).
Emerson pun menilai, dengan fakta ini, perlu ada penjelasan resmi dari Presiden SBY alasan hingga saat ini belum juga menandatangani Stranas dan RAN PK tadi. Pengesahan Stranas dan RAN PK dalam bentuk perpres ini,imbuh Emerson,dianggap penting. Pasalnya, jika telah terwujud, upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih terarah dan terukur.
Selain itu, jika telah berkekuatan hukum, Stranas dan RAN PK 2010-2025 dapat menjadi pedoman bagi jajaran pemerintah untuk terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pemerintahan SBY di mata aktivis antikorupsi pun terkesan berjalan tanpa arah dan menerapkan pola pencitraan serta 'Pemadam kebakaran'. Presiden,lanjut Emerson, hanya membentuk institusi-institusi taktis dan tim ad-hoc untuk menyikapi suatu hal yang berkaitan dengan isu korupsi.
Model pemberantasan korupsi yang dijalankan juga tidak jelas dan tidak terukur. Hal ini terjadi akibat pemerintah belum punya strategi yang jelas dalam pemberantasan korupsi. "Daripada hanya bermain gitar dan mencipta musik, atau merasa prihatin atas kondisi korupsi di berbagai sektor di Indonesia atau berpidato soal korupsi, lebih baik untuk menyikapi hari antikorupsi, Presiden SBY segera menandatangani Stranas dan RAN PK," cecar Emerson.