Rabu 10 Nov 2010 08:08 WIB

DPR Prioritaskan Penuntasan RUU Migas

Rep: shally pristine/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memprioritaskan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Migas agar bisa rampung secepatnya. Anggota Komisi VII DPR, Milton Pakpahan, mengatakan, pembahasan ini akan dibahas pada masa sidang pertama setelah reses berakhir.

Pembahasan ini akan menghasilkan Daftar Isian Masalah (DIM) untuk RUU ini. "Pertengahan November, kalau sudah mulai masuk sidang pertama, kita akan melakukan diskusi, karena draftnya sedang ditulis tenaga ahli," katanya dalam sebuah diskusi, Selasa (9/11).

Dia mengatakan, pihaknya menggarisbawahi sejumlah masalah besar yang harus diselesaikan dalam RUU migas. Pertama, kelembagaan dan arah pilihan. Kedua, jenis dan bentuk kelembagaan. Ketiga, model kontrak kerja sama. Keempat, tumpang tindih lahan. Kelima, otonomi daerah. Keenam, menurunnya minat investor. Ketujuh, perpajakan. Kedelapan, harga gas. Terakhir, pasokan gas.

Karena itu, Milton mengatakan, kewenangan masing-masing institusi perlu dipertegas. Termasuk, memperjelas fungsi dan wewenang badan yang menangani urusan hulu serta hilir. "Bentuk institusi yang optimum adalah Badan Hukum Milik Negara (BHMN)  karena penerimaan langsung ke kas negara dan letaknya berada langsung di bawah Menteri ESDM," katanya.

Sementara, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, revisi UU migas merupakan keharusan. Hal tersebut lantaran perlu perbaikan untuk sejumlah sektor industri migas yang masih lemah. "Memperbaiki kondisi migas tidak sekadar membuat detil peraturan, harus dilakukan sesuatu yang fundamental namun bisa untuk jangka panjang," ucapnya.

Dia menggaris bawahi lemahnya penguasaan wilayah migas oleh negara sehingga melemahkan ketahanan energi nasional. "Ini yang bertentangan dengan UU Dasar 1945," katanya.

Menanggapi hal ini, Executive Advisor Indonesian Petroleum Association (IPA), Suyitno Padmosukismo, mengatakan, pihaknya lebih menekankan kepada perbaikan dan kepastian iklim usaha dan. "IPA yakin iklim usaha tersebut dapat diperbaiki tanpa harus mengubah UU 22/2001 yaitu membuat peraturan pelaksana yang memuat beragam kebijakan untuk membuat iklim yang lebih kondusif bagi industri," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement