REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Jenderal Besar HM Soeharto sangat bermakna demi mempercepat proses rekonsiliasi nasional, agar bangsa ini tidak terus menerus berkutat dalam dendam sesama saudara sebangsa. Demikian rangkuman pernyataan yang disampaikan secara terpisah oleh tiga elemen kemasyarakatan di Jakarta, Jumat (29/10), masing-masing Institut Studi Nusantara (ISN), Aliansi Soehartois Patriot Pelopor Pembangunan Republik Indonesia (ASPPPRI) dan Lembaga Pemberdayaan Pemuda Pedesaan 'Yayasan Malesung' Indonesia (YMI).
Direktur Eksekutif ISN Kenly Poluan kembali mengutarakan salah satu simpulan diskusi tematis yang mereka gelar bertajuk 'Sumpah Pemuda dan Pahlawan Nasional' 28 Oktober 2010, tentang kepantasan pemberian gelar bagi Soeharto, sebagaimana pula dialami Soekarno sebelumnya.
"Ada yang berpendapat, Soeharto masih belum layak karena Ketetapan MPR mengenai keterlibatannya pada kasus-kasus KKN di era Orde Baru belum dicabut. Tetapi lihatlah pengalaman pemberian gelar Pahlawan Nasional sekaligus Proklamator RI kepada Bung Karno, saat Ketetapan MPRS mengenainya belum dicabut juga," katanya.
Senada dengan itu, sebelumnya Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kebangsaan (LKK) Viktus Murin mengatakan, mengingat jasa-jasanya pada negara dan bangsa, Jenderal Besar HM Soeharto pantas mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional sekaligus menjadi momentum mempercepat loncatan psikologis proses rekonsiliasi nasional.
Ia juga mengingatkan, bangsa ini jangan dibiarkan terus tenggelam dalam kubangan dendam politik masa lalu. "Indonesia tak bakal tumbuh sebagai negara yang maju dan disegani apabila terus terjebak dendam politik," ujar mantan Sekjen Presidium Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini.
GMNI merupakan salah satu organisasi mahasiswa yang ideologi perjuangannya berporos pada ajaran-ajaran Soekarno (Bung Karno), presiden pertama. "Proses simbolik rekonsiliasi itu, (di antaranya dengan pengangkatan Soeharto, presiden kedua sebagai Pahlawan Nasional), mesti dilakukan dari dua arah, yakni dari persepktif negara dan perspektif korban," katanya.
Jika negara mengangkat Pak Harto sebagai Pahlawan Nasional, demikian Viktus Murin, pemerintah harus memberi kompensasi kepada semua korban kebijakan penguasa Orba ini. Tetapi yang lebih penting dan amat bernilai dari pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan, menurutnya, ialah adanya loncatan psikologis proses rekonsiliasi nasional.
"Ini yang mestinya mendapat atensi serius, agar segala konflik sejarah tidak diwariskan menjadi pusaka abadi anak-cucu negeri ini," ujar Viktus Murin.
Sementara itu, Koordinator Nasional Aliansi Soehartois Patriot Pelopor Pembangunan Republik Indonesia (ASPPPRI) Jantje Worotitjan kembali mempertegas dukungannya agar pemerintah menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. "Kami mendukung upaya menjadikan almarhum Soeharto sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya selaku 'Bapak Pembangunan Indonesia' yang sudah diakui sejarah dan rakyat bangsa ini," tegasnya.
Untuk memperkuat dukungannya, ASPPPRI telah menggelar sejumlah diskusi dan dialog terbuka di sejumlah tempat, terutama di Jakarta, bekerja sama dengan beberapa institusi serta menghadirkan para pakar sejarah, pembangunan, juga aktivis masyarakat.
"Seluruhnya sepakat, bahwa Pak Harto layak mendapat tanda jasa kehormatan dari bangsanya sebagai Pahlawan Nasional. Sebab, jasa-jasanya hingga kini masih terlihat dalam meningkatkan harkat dan martabat Indonesia sebagai negeri yang pernah masuk jajaran 'macan Asia'," ungkap Jantje Worotitjan lagi.
Selain ASPPPRI, beberapa elemen masyarakat di Jawa, Sumatera dan Sulawesi hingga Papua juga menyatakan dukungan atas penetapan Pahlawan Nasional bagi Soeharto. "Kami mendapat surat-surat dukungan dari Jayapura, Manokwari, Manado, Makassar, Medan, Batam apalagi di kota-kota di Tanah Jawa yang kesemuanya mengharapkan pemerintah melalui pihak berkompeten mempertimbangkan penetapan Pahlawan Nasional bagi Pak Harto," katanya lagi.
Dalam kaitan ini, demikian Jantje Worotitjan, ASPPPRI akan juga menyampaikan semua dukungan itu kepada Kementerian Sosial Republik Indonesia yang mendapat tugas memproses semua usulan tentang Pahlawan Nasional tersebut.