REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wacana wajib militer dan pembentukan Komponen Cadangan Nasional dinilai bukan merupakan suatu yang urgen dalam perbaikan sistem pertahanan nasional. Negara diimbau lebih mengedepankan perbaikan alusista TNI dan kesejakhteraan prajurit.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi I, Sidarto Danusubroto kepada Republika, Ahad (24/10). Menurutnya, kekuatan alusista yang dimiliki TNI saat ini sangat jauh jika dibanding Negara lain di ASEAN. Karenanya, sebagai Negara dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang besar, pemerintah sudah seharusnya membangun sistem pertahanan sesuai standar global.
"Saat ini pertahanan sebuah Negara ditentukan dari teknologi. Alusista kita sudah jauh ketinggalan disbanding Negara kecil seperti Singapura atau Malaysia dan Thailand," katanya.
Dengan kekuatan yang ada saat ini, dia menilai wilayah Indonesia rentan terhadap ancaman, baik dari luar maupun dalam. Selain masalah alusista, anggota DPR dari Fraksi PDIP ini juga menyoroti rendahnya kesejakhteraan prajurit. Peningkatan kesejakhteraan, lanjutnya, jauh lebih penting ketimbang meloloskan rancangan Komponen Cadangan Nasional yang kini sedang digodok komisi I DPR.
"Kami dari Fraksi PDIP tidak sepakat dengan rancangan itu, kita lebih penting fokus dalam membenahi kesejahteraan dan alusista prajurit," katanya.
Pembangunan di daerah perbatasan juga dipandang penting untuk memperkuat sistem pertahanan di garis terdepan. Apabila wilayah perbatasan tertinggal jika dibanding Negara tetangga, dia mengkhawatirkan penduduk akan lebih memilih pindah kewarganegaraan.
"Kemiskinan, ekonomi, dan pengangguran di wilayah perbatasan juga penting untuk ditanggulangi. Jangan sampai warga kita justru menyeberang ke Negara lain. Ini menjadi ancaman tersendiri," ujarnya.
Saat ini, Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan Nasional masih dalam penggodokan di tingkat legislatif. Komponen Cadangan Nasional adalah sistem pertahanan keamanan yang menjadikan warga sipil sebagai bagian dari kekuatan militer.
Warga tidak diwajibkan, tapi diminta secara sukarela bergabung dalam pelatihan kemiliteran. Sistem ini menyerupai sistem wajib militer di sejumlah Negara tetangga. Namun, Komponen Cadangan Nasional bersifat terbuka, warga tidak diwajibkan berpartisipasi.
"Untuk melaksanakan program ini dana yang dikeluarkan tidak sedikit. Lebih baik dananya digunakan untuk perbaikan alusista dan kesejakhteraan prajurit," tutup Sidarto.