Kamis 21 Oct 2010 23:24 WIB

Kepala BPN Akui Masalah Agraria Berat dan Kompleks

Rep: M Ikhsan Shiddieqy / Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengakui, masalah keagrariaan masih berat dan kompleks yang mengalir akumulatif melalui perjalanan kesejarahan. Rekam sejarah ini terpaku pula dengan dinamika pertanahan masa kini. Keduanya harus disikapi bersamaan dengan mewujudkan tanah untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

"Kami menyadari berat dan kompleksnya masalah keagrariaan di tanah air," kata Joyo ketika memberi sambutan dalam Peringatan Puncak 50 tahun Agraria Nasional di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (21/10). Acara tersebut dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ibu Negara Ani Yudhoyono.

Joyo mengatakan, upaya mewujudkan tanah untuk keadilan itu bisa ditempuh melalui reformasi agraria yang berjalan paralel antara pengembangan sistem politik dan hukum pertanahan serta penyelenggaraan land reform plus. "Kami menyadari dan megikhlaskan dan bekerja keras mewujudkan tanah untuk keadilan dan kesejahtraan rakyat," kata dia.

Paralel dengan semua itu, BPN pada 2010 telah menetapkan tanah objek reforma agraria seluas 142.159 hektare yang telah siap didistribusikan di 21 provinsi yang tersebar di 389 desa. Joyo menyerahkan secara simbolis kepada sepuluh orang perwakilan 5.141 kepala keluarga di empat desa, yaitu Mekar Sari, Cariu, Sidasari, dan Kutasari, Kabupaten Cilacap.

"Ini adalah suatu hal kecil dari distribusi tanah yang telah dilakukan di berbagai wilayah di Tanah Air. Tanah bagi rakyat adalah harga diri, adalah kehormatan, adalah kehidupan, adalah pula sumber kehidupan, itulah yang dirasakan oleh rakyat penerima redistribusi tanah negara," kata Joyo.

Ketika memberikan sambutan, Presiden SBY terharu dan matanya berkaca-kaca melihat para penerima redistribusi tanah itu. Joyo menyebutkan, BPN membutuhkan penambahan tanah negara seluas enam juta hektar untuk diredistribusi, sehingga dapat meningkatkan kepemilikan tanah oleh rakyat kecil sebesar 0,37 persen.

"Itulah yang kami saksikan setiap saat redistribusi tanah dilakukan, tentu kami ingin penerima tanah redistribusi juga mempunyai akses terhadap sumber-sumber ekonomi lainnya, seperti pembiayaan, pendampingan, teknologi, pasar, dan lainnya," ujar Joyo. Upaya ini terus dikembangkan dan diperluas cakupannya untuk masyarakat kita yang layak menerima.

Untuk meningkatkan rasio penguasaan tanah masyarakat menjadi lebih berkeadilan, BPN memerlukan tambahan tanah negara yang bisa diredistribusikan seluas enam juta hektare. "Inilah tantangan nyata yang harus kita wujudkan bersama," kata Joyo. BPN, kata dia, menyiapkan dua rancangan undang-undang, yaitu RUU Pertanahan dan RUU Pengadaan Tanah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement