Selasa 19 Oct 2010 05:04 WIB

PDIP: Pemerintahan SBY Masih Jauh dari Harapan

Rep: dri/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai enam tahun Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih jauh dari harapan masyarakat. Catatan kritis PDIP ini disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP, Tjahjo Kumolo dalam sebuah diskusi di Jakarta. “Enam tahun Pemerintahan SBY, masih jauh dari harapan,” kata Tjahjo, Senin (18/10).

Parameter yang digunakan Tjahjo dalam menilai kinerja Pemerintahan SBY adalah janji-janji kampanye SBY yang banyak belum terrealisasi. Selain itu, PDIP juga menggunakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dari Bappenas sebagai acuan penilaian kinerja pemerintah. Menurut Tjahjo, setidaknya ada sembilan kementerian yang kinerjanya dalam setahun ini tidak sesuai dengan RPJM.

Tjahjo mencontohkan, lambannya penanganan kasus-kasus seperti maraknya ledakan tabung gas tiga kilogram, bencana alam, hingga lemahnya political will SBY terhadap peningkatan alat utama sistem pertahanan (alutsista) menjadi contoh kinerja pemerintah yang masih jauh dari harapan. “Khusus alutsista misalnya, pembicaraan jadi mbulet (berputar-putar) di Komisi I karena Presiden malah menyerahkan kebijakan peningkatan anggaran hingga Rp 50 triliun kepada Menkeu,” kata Tjahjo.

Ketua DPP PAN, Bima Arya Sugiharto, mengakui ada penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Pemerintahan SBY-Boediono. Menurut Bima, tren penurunan tingkat kepercayaan ini sebetulnya wajar di tahun pertama sebuah pemerintahan.

Alasannya, harapan besar masyarakat tidak berbanding lurus dengan capaian kerja pemerintah. “Seperti tahun 2004, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga turun, tapi tahun ini lebih besar,” kata Bima.

Siapa yang harus bertanggung jawab atas penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah ini? Menurut Bima, semua partai yang tergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintah wajib ikut bertanggung jawab.

Karenanya Bima mengaku heran jika saat ini ada anggota koalisi partai yang mengkritisi kinerja pemerintah. Tanpa menyebut partai yang dimaksud, Bima meyakini, sikap kritis tersebut adalah manuver politik demi kepentingan politik sesaat (2014) yang menggusur kepentingan bangsa dan negara.

Menurut Bima, setidaknya ada tiga aspek yang perlu dikonsolidasi terkait evaluasi setahun masa Pemerintahan SBY-Boediono. Pertama, konsolidasi internal pemerintah, Kedua, konsolidasi politik antarpartai koalisi, dan Ketiga konsolidasi lembaga kepresidenan.

Bima mengritik keberadaan Sekretariat Gabungan Partai Koalisi (Setgab) yang tidak memiliki aturan ketat terhadap anggotanya. “Setgab tidak bisa begini terus, anggotanya harus firm mendukung pemerintah. Jangan seperti sekarang, ada partai yang setengah kakinya di dalam setengahnya di luar,” tegas Bima.

Adapun peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, menegaskan, setidaknya ada tiga penyebab menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintahan SBY-Boediono. Tiga aspek yang persepsinya menurun di mata masyarakat itu adalah soal penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan ekonomi. “Berdasarkan survei LSI, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap SBY terkoreksi hingga 19 persen,” kata Burhanuddin.

Menurut Burhanuddin, kesalahan fatal SBY adalah pemilihan anggota kabinet yang sangat bergantung pada partai koalisi. Burhanuddin, menyarankan SBY melakukan reshuffle kabinet secara radikal.

Menurut Burhanuddin, postur koalisi dalam Pemerintahan SBY-Boediono saat ini terlalu gemuk. Akibatnya, pemerintah tidak bergerak dengan ‘lincah’ dalam melaksanakan program pembangunan.

Burhannudin menyarankan, SBY berani memutus kontrak koalisi dengan partai-partai yang sering bermanuver secara politik. “Rampingkan koalisi biar solid, yang penting jaga komposisi kekuasaan 50 persen +1 di parlemen,” saran Burhanuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement