Selasa 19 Oct 2010 03:01 WIB

Yusril Menolak Uji Materinya Dianggap Cara Lolos Dari Penjara

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Budi Raharjo
Yusril Ihza Mahendra
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mantan menteri kehakiman dan hak asasi manusia (HAM), Yusril Ihza Mahendra, menolak disebut menghalalkan segala cara untuk menghindari ancaman masuk penjara. Sebelumnya, pernyataan tersebut keluar dari Magnis Suseno dan Azyumardi Azra.

"Sebagai intelektual besar, seharusnya mereka mempelajari duduk persoalan, sebelum memberikan pernyataan," ujar Yusril setelah menyerahkan permohonan uji tafsir itu di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (18/10).

Dia menganggap, Magnis dan Azyumardi telah menuduhnya sebagai orang yang tidak etis dan menghalalkan segala cara untuk lolos dari bui dengan melakukan perlawanan melalui MK. Menurutnya, uji tafsir ini justru sangat penting untuk pendidikan hukum masyarakat Indonesia. "Uji tafsir ini bukan semata-mata kepentingan saya sendiri," katanya.

Masyarakat berhak tahu tentang kebenaran tafsir ini. Sebab bisa saja orang kecil diperlakukan semena-mena oleh penegak hukum hanya karena penafsiran yang sepihak. Dia juga menegaskan bahwa kenapa baru sekarang mengajukan uji tafsir ke MK, karena dia harus memiliki kedudukan hukum yang kuat untuk berperkara di MK. ''Untuk ke MK harus ada kerugian konstitusional, kalau tidak ada permohonan pasti ditolak," tegasnya.

Posisinya sekarang dianggap bisa menjadi kerugian konstitusional akibat berlakuknya pasal-pasal yang akan diujikan. Seperti yang diketahui, Yusril menyerahkan permohonon uji tafsir terhadap Pasal 65 dan 116 KUHAP kepada MK. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang saksi-saksi yang diajukan oleh tersangka dan harus diperiksa oleh penyidik.

Hal ini berkaitan erat dengan saksi-saksi yang diajukannya dalam kasus sisminbakum yang menjeratnya. Para saksi itu adalah Kwik Kian Gie, mantan wakil presiden Jusuf Kalla, mantan presiden Megawati, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement