Rabu 08 Mar 2023 14:56 WIB

Yusril: Parpol Sakit Kronis Usung Kader Partai Lain

Dengan sistem proporsional terbukan parpol tidak lagi serius mendidik kader..

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyoroti fenomena partai politik kerap mengusung kader partai lain dalam pemilu.  Menurutnya, fenomena tersebut merupakan pertanda betapa kronisnya penyakit yang tengah menggerogoti partai politik, yang diakibatkan oleh penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan legislatif.

Hal ini diungkapkan Yusril ketika menyampaikan keterangan PBB dalam sidang lanjutan gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/3/2023). PBB merupakan pihak terkait dalam persidangan ini.

Baca Juga

Yusril mengatakan, penerapan sistem proporsional terbuka atau penentuan calon anggota legislatif (caleg) terpilih berdasarkan suara terbanyak, terbukti telah menimbulkan berbagai dampak negatif. Sistem ini sudah diterapkan empat kali, yakni pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019.

Salah satu dampaknya adalah parpol tidak lagi serius mendidik kader untuk dipersiapkan menjadi caleg. "Parpol justru mengambil jalan pintas dengan mengusung kader-kader populer, karena bisa menjadi magnet untuk meraup suara pemilih," ujarnya. 

Selain itu, parpol juga mengutamakan mengusung kader yang punya uang banyak demi membiayai partai. Padahal, kader populer atau kaya belum tentu bisa bekerja dengan baik ketika terpilih.

Di sisi lain, kata dia, kader-kader terbaik yang ideologis dan punya kemampuan justru tersingkir. Mereka tidak diusung oleh parpol lantaran tidak bisa menjamin bakal mendulang suara dalam jumlah besar.

Menurut Yusril, keengganan mengusung kader terbaik itu pada akhirnya tak hanya menurunkan kualitas anggota dewan terpilih, tapi juga menurunkan kualitas parpol itu sendiri. Kondisi tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa banyak parpol sekarang, baik partai kecil maupun besar, hanya punya sedikit kader mumpuni.

"Bahkan tidak jarang satu partai bukan menjagokan kandidatnya sendiri malah menjagokan kandidat yang masih kader partai lain," kata Yusril

"Bahkan hari ini ada banyak kandidat-kandidat yang diusung partai ternyata berasal dari golongan apartisan atau bukan anggota pengurus partai politik," ujar Yusril menambahkan.

Yusril menyatakan, fenomena parpol mengusung kader partai lain maupun bukan kader parpol sama sekali ini merupakan sesuatu yang aneh. Masalahnya, fenomena ini sudah dianggap lumrah. "Padahal, hal ini jelas menunjukkan penyakit kronis yang sedang menjangkiti partai politik partai politik kita hari ini," ujarnya.

Dia menegaskan, fenomena tersebut merupakan bukti nyata bahwa parpol sekarang tidak lagi menjalankan fungsi kaderisasi dengan baik, sehingga tidak bisa menghasilkan figur yang layak diusung. "Penyakit yang melemahkan partai ini tentu buruk untuk partai dalam jangka panjang dan tentunya buruk pula bagi kualitas demokrasi kita," kata dia.

Yusril mengatakan, melemahnya institusi partai politik dalam menjalan kaderisasi ini terjadi karena penerapan sistem proporsional terbuka. Padahal, peran dan fungsi parpol sudah ditegaskan dalam UUD 1945.

Karena itu, dia menilai sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. "... Maka beralasan menurut hukum agar ketentuan pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu tersebut diperbaiki dan dikembalikan kepada makna yang benar menurut UUD," kata pakar hukum tata negara itu.

Jauh sebelum memberikan keterangan dalam persidangan, Yusril sudah tegas menyatakan bahwa partainya mendukung penerapan kembali sistem proporsional tertutup. Karena itu, PBB menjadi pihak terkait di sidang MK untuk mendukung petitum penggugat.

Gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka ini diajukan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP. Mereka menggugat sejumlah pasal dalam UU Pemilu yang menjadi landasan penerapan sistem proporsional terbuka. Mereka meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup, sehingga bisa diterapkan dalam Pemilu 2024.

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos parpol. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan ataupun parpolnya. Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi anggota dewan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement