REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Center for Information and Development Studies (Cides) menilai kinerja pemerintah SBY-Boediono belum memuaskan. Secara umum, pemerintahan yang baru berusia satu tahun itu diberi nilai C. Hal ini terungkap dalam seminar bertajuk “Evaluasi Setahun Pemerintahan SBY-Boediono” yang digelar di Universitas Nasional Jakarta, Senin (18/10).
Peneliti CIDES, Profesor Indria Samego mengungkapkan, belum ada suatu prestasi fenomenal yang ditorehkan kabinet sepanjang satu tahun masa pemerintahan. Sebaliknya, dia menilai kabinet terpaku pada sejumlah persoalan, seperti kasus Century dan mafia hukum.
“Dari segala aspek, belum ada sebuah prestasi yang luar biasa. Saya menilai, rapor kabinet tidak merah, tapi pas-pasan. Bila dinilai angkanya C,” ujar India saat menyampaikan paparan di depan puluhan peserta seminar.
Dia menyoroti sejumlah bidang yang menurutnya masih harus meningkatkan performa, di antaranya pertahanan kemanan dan penegakan hukum. Menurutnya pemerintah harus lebih fokus memperbaiki instrumen dan peralatan pendukung keamanan dan menata sistem hukum.
“Kalau mau jujur sistem pemerintahan tidak berjalan. Ini yang akhirnya menimbulkan masalah. Pemerintahan hanya merupakan bentuk tafsir pemikiran SBY,” kata Indria.
Walau begitu, dia masih mahfum dengan minimnya prestasi mengingat masa pemerintahan baru berjalan setahun. Menurutnya, masih banyak hal yang dapat ditingkatkan. Hal itu, kata dia, tergantung keinginan dari pemerintahan.
“Harus ada keberanian pemerintah dalam membuat kebijakan dan gebrakan-gebrakan. Saya sendiri percaya perubahan akan terjadi secara gradual,” ungkapnya optimis.
Tidak hanya di level eksekutif, Cides juga menyoroti kinerja parlemen selama satu tahun. Menurut Indria, kinerja legislatif tidak lebih baik dari eksekutif. Minimnya produk undang-undang yang dihasilkan selama satu tahun menjadi alasannya. “Saya pernah bilang, anggota DPR yang bekerja dengan baik tidak lebih dari lima persen. Ini karena masih banyak tugas yang belum mereka selesaikan,” ujarnya.
Kondisi yang sama terjadi di level Dewan Perwakilan Daerah (DPD). “DPD lebih beruntung dari DPR, karena mereka minim sorotan. Padahal apa yang mereka hasilkan tidak juga lebih baik dari DPR,” katanya.