Jumat 15 Oct 2010 06:45 WIB

Menkumham: Semuanya Fitnah!

Rep: wul/ Red: Krisman Purwoko
Patrialis Akbar
Foto: antara
Patrialis Akbar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyanggah jika melakukan intervensi pada pemberitaan tentang investigasi bisnis seks di lembaga pemasyarakatan. Politisi Partai Amanat Nasional ini menduga ada pihak yang berusaha menjatuhkan namanya.

"Semuanya itu fitnah, mana mungkin saya bisa mengintervensi pemberitaan media. Saya tidak pernah menghubungi siapa-siapa di SCTV maupun pemilik dan pemegang saham SCTV. Janganlah fitnah itu diarahkan pada saya.  Justru selama ini saya sangat terbuka dengan pers," ungkap Patrialis melalui pesan singkat, Kamis (14/10).

Usai kabar tentang intervensi tersebut beredar luas pada Rabu malam lalu (13/10), Patrialis berusaha mencari kebenaran. Ia pun memanggil Kakanwil DKI Kemenkumham Bambang Rantham dan Kepala Rutan Salemba Toro. Mereka pun mengklarifikasi judul running Text di SCTV tentang Bisnis Seks di Lapas tidak pernah ada. "Mereka memperkirakan adanya suatu skenario lanjutan untuk menjatuhkan nama Kementerian Hukum dan HAM," ujar Patrialis.

Sementara itu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyesalkan pelarangan penayangan program investigasi Sigi berjudul Bisnis Seks di Balik Jeruji Penjara yang disiapkan Redaksi Liputan 6 SCTV untuk ditayangkan pada Rabu (13/10) pukul 23.00 WIB. Program itu gagal tayang menyusul intervensi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dipimpin politikus Partai Amanat Nasional, Patrialis Akbar, dan manajemen SCTV yang dipimpin Fofo Suriatmadja.

"Tindakan ini merupakan pelanggaran berat dalam kode etik jurnalistik karena intervensi pemerintah dan pemilik modal telah menodai kesucian ruang redaksi," kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta, Aditya Heru Wardhana.

Dari informasi yang dihimpun AJI Jakarta tayangan Sigi ini sebenarnya sudah dipersiapkan sejak lama. Para jurnalis SCTV sudah melakukan investigasi dan mengumpulkan bukti adanya bisnis prostitusi di dalam penjara, dengan kamera tersembunyi. Sayangnya, pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia selalu menolak untuk diwawancarai dalam program ini.

Dari info salah satu produser SCTV yang dihubungi AJI Jakarta, pihak Kemenkumham  meminta agar diperbolehkan melihat dulu tayangan video yang sudah didapatkan. Permintaan mereka ini ditolak redaksi SCTV karena dipahami redaksi sebagai upaya sensor.

Lantaran upaya memperoleh konfirmasi sudah maksimal, redaksi SCTV memutuskan untuk tetap  menayangkan program ini pada Rabu kemarin. Sampai saat-saat terakhir, Kemenkumham masih terus berusaha menunda penayangan program itu.

Permintaan penundaan ini pun ditolak redaksi. Namun, redaksi SCTV akhirnya bertekuk lutut setelah pemilik stasiun televisi itu sendiri yang turun tangan. Manajemen televisi itu meminta redaksi Liputan 6 SCTV membatalkan penayangan program Sigi. "AJI Jakarta menilai peristiwa ini adalah bentuk intervensi yang amat kasar dari pemilik modal ke dalam ruang redaksi,"imbuh Aditya.

Maka, AJI Jakarta pun mengecam keras tindakan Kementerian Hukum dan HAM yang berusaha menghalangi upaya redaksi SCTV menyiarkan informasi yang mengandung kepentingan publik sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai jurnalis. Perbuatan ini dianggap  melanggar  pasal 4 (ayat 2) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang berbunyi terhadap Pers Nasional tidak dikenakan penyensoran, pembreidelan atau pelarangan penyiaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement