Sabtu 09 Oct 2010 04:13 WIB

Pengadilan Anggodo Harus Dijadikan Pertimbangan

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Denny Indrayana
Denny Indrayana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Staf Khusus Presiden bidang Hukum dan HAM Prof Denny Indrayana mengingatkan, setelah Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kejaksaan Agung, ada perkembangan signifikan dalam pengadilan Anggodo yang membuktikan tidak benar terjadi pemerasan, tetapi yang ada adalah permufakatan jahat dari Anggodo dan beberapa orang lainnya.

Hal itu dikatakan Denny ketika dimintai pendapatnya tentang Mahkamah Agung (MA) yang tidak menerima PK Kejaksaan Agung. "Kita akan tetap dalam posisi mendukung apa pun keputusan yang akan diambil oleh Kejaksaan Agung karena ini kan Kejaksaan Agung yang ajukan PK," kata Denny di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (8/10).

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung mengambil opsi PK atas ditolaknya banding Kejaksaan Agung oleh Pengadilan Tinggi Jakarta terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengenai Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus Bibit Samad Riyanto-Chandra M Hamzah yang dimenangkan oleh Anggodo Widjojo. PK itu tidak diterima MA.

"Setelah PK diajukan, ada perkembangan yang sangat signifikan, terkait dengan pengadilan Anggodo, terkait tindak pidana korupsi yang sederhananya membuktikan bahwa tidak benar terjadi pemerasan, tetapi yang ada adalah permufakatan jahat dari Anggodo dan beberapa orang lainnya," kata Denny.

Menurut dia, itu sebenarnya dengan kata lain melemahkan tuduhan terhadap Bibit-Chandra. "Konstruksi hukum tersangka Chandra Hamzah dan Bibit ada pemerasan, tetapi keputusan Anggodo itu sebenarnya mengatakan bukan pemerasan, tetapi permufakatan jahat atau percobaan penyuapan," katanya.

Denny berpikir hal itu akan jadi dasar pertimbangan sangat baik yang akan dipilih oleh Kejaksaan Agung. "Ada beberapa dasar yang dapat dijadikan pertimbangan, terutama adalah rekomendasi Tim Delapan, kemudian arahan Presiden pada saat memberikan pidato untuk mencari solusi terbaik di luar pengadilan dan langkah itu yang kemudian diwujudkan dengan mengeluarkan SKPP," katanya.

Kalau sekarang SKPP tidak diterima MA, kata Denny, pasti akan mencari solusi terbaik yang sejalan dengan perkembangan-perkembangan terbaru, termasuk persidangan Anggodo yang mengatakan bahwa anggodo itu sebenarnya melakukan percobaan penyuapan atau permufakatan jahat, dengan kata lain membantah telah terjadi pemerasan.

Denny menambahkan, langkah deponeering masih terbuka dalam kasus Bibit-Chandra. "Karena deponeering adalah hak yang melekat pada Jaksa Agung, tidak etis kita mendahului pilihan-pilihan yang akan diambil Kejagung, tapi memang masih terbuka ruang untuk kita," katanya.

Kejaksaan perlu diberi ruang untuk menimbang mana pilihan yang terbaik sejalan dengan putusan MA. Bagaimana respon Presiden terhadap perkembangan kasus ini? "Saya belum bertemu langsung dengan Presiden, jadi saya belum bisa mengatakan ini adalah tanggapan beliau. Saya berkomunikasi, tapi ini adalah yang saya pikirkan setelah mendengar putusan MA," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement