Kamis 07 Oct 2010 23:39 WIB

Pendapat Hukum Terkait Kasus Bibit-Chandra Sudah Sampai di MA

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pendapat hukum akademisi dari lima universitas terkait PK (Peninjauan Kembali) kasus Bibit-Chandra sudah diserahkan kepada Mahkamah Agung (MA), Kamis (7/10). Diharapkan, pendapat tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan dalam putusan.

"Kami sudah lihat, itu fabrikrasi (kasus Bibit-Chandra). Kalau itu terus berlanjut bisa berbahaya, daripada menunggu. Kami, akademisi, mengajukan dokumen ini," ujar Perwakilan para akademisi hukum itu, Laode Muhammad Syarif, di Gedung MA.

Dalam tataran hukum internasional, orang atau sekelompok orang yang tidak berhubungan langsung dengan perkara namun memberikan pendapat hukumnya untuk pengadilan disebut sebagai Amicus Curiae atau sahabat pengadilan. Di tatanan hukum Indonesia, Amicus Curiae ini belum dikenal. Akan tetapi di negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, bahkan Belanda sudah mengadopsi hal ini.

"Kalau masyarakat punya kepedulian, mereka bisa memberikan pandangan ke pengadilan, pendapat hukum mereka, untuk dipertimbangkan dalam sebuah kasus hukum," kata Syarif.

Meski belum pernah ada, Syarif dan kawan-kawannya ingin tindakan mereka menjadi semacam uji coba terhadap tegaknya peradilan yang obyektif. "Ini pertama kali dilakukan di Indonesia. Ini bukan bentuk intervensi. Kami hanya ingin melihat pengadilan bisa mengadili secara obyektif," jelasnya.

 

Dalam dokumen yang diberikan, mereka mengungkapkan fakta-fakta baru terkait kasus Bibit-Chandra. Diharapkan dari fakta-fakta itu MA bisa lebih hati-hati dalam memutuskan. Fakta tersebut adalah keberadaan rekaman pembicaraan telepon Ary Muladi dengan Deputi Penindakan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Ade Rahardja. Menurut para akademisi itu, Kapolri dan Jaksa Agung saat rapat dengan DPR pada 9 November 2009, yakin bahwa kasus Bibit-Chandra didasarkan bukti kuat berupa rekaman pembicaraan telepon Ary Muladi dan Ade Rahardja sebanyak 64 kali.

Tapi dari perkembangannya, ternyata rekaman itu tidak ada ada. Maka perkataan Kapolri dan Jaksa Agung yang menyatakan bahwa kasus Bibit-Chandra bukan rekayasa dan berdasar bukti yang kuat, gugur dengan sendirinya. Oleh karena itu, para akademisi meminta Majelis PK MA menghentikan proses hukum terhadap Bibit dan Chandra dengan mengabulkan Permohonan PK yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 130 PID/Prap/2010/PT.DKI tanggal 3 Juni 2010.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement