REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pencalonan Komisaris Jenderal Timur Pradopo untuk menjadi orang nomor satu di kepolisian dianggap sebagai pelecehan. Pencalonannya dianggap melangkahi prosedur. "Tidak bisa seperti itu," jelas Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane, saat dihubungi, Selasa (5/10).
Dia mengatakan pencalonan Kapolri seharusnya mengikuti mekanisme pencalonan seperti di zaman presiden RI Megawati Soekarno Putri. Kapolri pada saat itu mengajukan tiga nama. Megawati menolak. Kemudian Kapolri mempertimbangkan kembali siapa yang layak menggantikannya. Muncullah nama ketika itu Da'I Bachtiar.
Sekarang ini, tambah Neta, pencalonan Timur dinilainya melecehkan sistem kaderisasi Polri. Dia mengatakan penambahan bintang di pundak jenderal-jenderal Polri tidak karbitan. "Ada mekanismenya," tegas Neta. Dia mengatakan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat harus mengembalikan nama Timur kepada presiden. "Itu jika ingin menghargai kaderisasi di tubuh Polri," tuturnya.
Komjen Timur Pradopo saat ini menjabat Kepala Bagian Pemeliharaan dan Keamanan Mabes Polri. Dirinya juga menjadi calon tunggal Kapolri yang akan menggantikan Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Senin kemarin, Timur dilantik dan ditambah pangkatnya dari Inspektur Jenderal menjadi Komisaris Jenderal. Jabatannya sebagai Kapolda Metro Jaya akan dilimpahkan kepada Inspektur Jenderal Sutarman yang kini menjadi Kapolda Jawa Barat.