Jumat 01 Oct 2010 03:29 WIB

Jangan Cemas Jika Presiden SBY dan Megawati Dimintai Keterangan Kasus Sisminbakum

Yuril Ihza Mahendra
Yuril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mantan menteri hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, meminta semua pihak untuk tidak cemas dengan permintaannya agar Presiden SBY, mantan presiden Megawati, mantan wapres Jusuf Kalla, dan mantan menko ekuin Kwik Kian Gie, dipanggail sebagai a de charge dalam kasus Sisminbakum. Permintaan itu semata-mata untuk menegakkan hukum.

''Tidak perlu menimbulkan reaksi politik yang berlebihan, seperti ditunjukkan Tjahjo Kumolo (PDIP) dan Didi Irawadi (Demokrat),'' ujar Yusril kepada Republika, Kamis (30/9).

Menurut mantan mensesneg itu, apa yang ingin dibuktikan dalam perkara pidana adalah kebenaran materil. Jadi Jaksa harus memahami segala hal yang terkait dengan perkara, agar terhindar dari sikap sempit dalam berpikir, apalagi hanya dilandasi niat dan keinginan untuk menghukum dan menjerumuskan seseorang.

Yusril mengingatkan, Sisminbakum adalah tindak lanjut saran Dewan Ekonomi Nasional yang disampaikan dalam sidang Kabinet mantan presiden Gus Dur, yang menugaskan Departemen Kehakiman mempercepat proses pengesahan perseroan terbatas. Karena tanpa itu, mustahil akan ada investasi dan penyerapan tenaga kerja untuk memulihkan perkonimian yang hancur akibat krisis 1997.

Kesaksian Kwik, JK, Mega dan SBY, dipandang Yusril, sangat penting untuk mengungkapkan kebenaran materil kasus ini. Menurut UU PNBP, kewenangan untuk menetapkan apa saja yang menjadi PNBP pada sebuah instansi pemerintahan, ada di tangan Presiden dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah atas usul Menteri Keuangan. ''Gus Dur dan Mega tidak pernah memasukkan biaya akses Sisminbakum yang kini dianggap korupsi, sebagai PNBP,'' ungkapnya.

Yusril mengungkapkan pula, Presiden SBY dua kali merubah PP tentang PNBP di Departemen Kehakiman, dan tidak pernah pula memasukkannya sebagai PNBP. Presiden SBY baru menerbitkan PP yang menyatakan biaya akses itu sebagai PNBP setelah Prof Ramly Atmasasmita dijatuhi pidana oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. ''Hal inilah yang perlu diterangkan oleh Mega dan SBY agar kebenaran materil terungkap dengan sejelas-jelasnya,'' tegasnya.

''Tidak ada maksud saya menyeret-nyeret Mega dan Presiden SBY ke dalam perkara ini, kecuali meminta mereka menerangkan duduk persoalan PNBP biaya akses Sisminbakum,'' jelasnya. ''Keduanya tidak mungkin diseret ke dalam perkara, karena apapun pertanyaan Jaksa, misalnya mengapa mereka tidak memasukkan biaya akses itu ke dalam PNBP, Mega dan Presiden SBY cukup mengatakan bahwa itu adalah kewenangannya sebagai Presiden yang tidak dapat dipermasalahkan oleh penyidik Kejaksaan Agung.''

Mantan ketua umum DPP PBB ini yakin, Mega dan Presiden SBY tak akan ditarik ke dalam perkara ini. Namun demi menghormati proses hukum dan tegaknya hukum, tegasnya, kesaksian keduanya amat penting. ''Tidak benar anggapan Tjahjo dan Didik bahwa soal pengambilan keputusan melaksanakan Sisminbakum oleh Menteri Kehakiman adalah soal teknis. Menteri, sebagaimana juga Presiden adalah pejabat pembuat kebijakan dan pengambil keputusan, bukan pejabat teknis seperti Dirjen,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement