REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Kecelakaan pesawat Super Decathlon tipe 8 KCAB yang dikendarai Ir H Alexander Supelli, Jumat (24/9) lalu, masih dalam proses penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Namun, penyelidikan tersebut dinilai tak perlu dilanjutkan.
Mantan Menteri Perhubungan, Yusman Syafei Jamal, mengatakan dalam kasus atraksi udara, pilot atau penerbang kerap melakukan improvisasi dalam melakukan manuver. “Kenapa Alex melakukan inverted (pembalikan) pada ketinggian 300 kaki atau 100 meter di atas permukaan tanah, kan hanya dia yang tahu,” papar Yusman yang ditemui di rumah duka di Jalan Sumbersari No 10, Caringin, Kota Bandung, Senin (27/9) siang.
Idealnya, kata Yusman, saat melakukan manuver inverted atau atraksi membalikkan pesawat di udara, maksimal pada ketinggian 500 kaki. Selain itu, hidung pesawat juga harus sudah dinaikkan ke atas. Sedangkan dalam rekaman, hidung pesawat masih bergerak ke bawah.
Penyelidikan pun tidak dapat mengandalkan kotak hitam. Kotak tersebut hanya dapat mengetahui kecepatan jatuhnya atau permasalahan mesin. “Misalnya mesin pesawat copot atau tidak saat jatuh,” tambahnya.
Ir H Alexander Supelli mengalami kecelakaan pada Jumat (24/9) pukul 10.12 WIB. Saat melakukan pemballikan pada ketinggian 300 kaki atau 100 meter di atas tanah. Sayap kanan pesawat membentur tanah dan akhirnya membuat pesawat terjatuh dan meledak.
Alex langsung dilarikan ke RSHS Bandung karena menderita luka bakar lebih dari 60 persen, kaki kanan patah, dan mengalami trauma kompleks. Ia menghembuskan nafas terakhir pada Ahad (27/9) pukul 05.30 WIB. Ia dimakamkan di tempat pemakaman keluarga di Desa Bojong, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Ia meninggalkan seorang istri dan tiga anak.