REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL — Terbakarnya pesawat Jeju Air yang menyebabkan setidaknya 179 orang meninggal dunia pada Ahad (29/12/2024) di Bandara Muan, Korea Selatan, dilaporkan karena faktor tertabrak burung.
Para pejabat mengungkapkan, pengendali lalu lintas udara memperingatkan pesawat tentang risiko tabrakan burung beberapa menit sebelum kecelakaan. Sementara itu, salah satu awak pesawat yang selamat menyebutkan, terjadi tabrakan burung.
Kepastian mengenai kecelakaan pesawat tersebut masih diselidiki. Insiden tersebut telah menarik perhatian pada sejarah Bandara Internasional Muan dengan insiden semacam itu, lapor Yonhap News.
The Guardian melaporkan, Bandara Muan telah mencatat tingkat tabrakan burung tertinggi di antara 14 bandara regional Korea Selatan, dengan 10 insiden dilaporkan antara tahun 2019 dan Agustus tahun ini, menurut data yang diserahkan ke parlemen oleh Korea Airports Corporation.
Meskipun jumlahnya terbilang kecil sehingga sulit untuk digeneralisasi menjadi statistik yang berarti, tingkat tabrakan sebesar 0,09% dari penerbangan secara signifikan lebih tinggi daripada bandara besar lainnya seperti Gimpo (0,018%) dan Jeju (0,013%).
Para ahli penerbangan mengatakan tabrakan burung dapat menjadi bencana besar. Risikonya sangat tinggi di Muan karena lokasinya yang dekat dengan ladang dan daerah pesisir.
Insiden tabrakan burung di seluruh Korea Selatan terus meningkat, dari 108 pada tahun 2019 menjadi 152 tahun lalu. Beberapa pihak menduga peningkatan ini dapat dikaitkan dengan perubahan iklim. Kawanan burung bermigrasi menjadi penghuni tetap. Meski demikian, terjadi perubahan pada waktu dan jenis burung yang muncul di bandara.
Bandara menggunakan berbagai tindakan pencegahan termasuk pencegah suara dan sistem pemantauan. Sementara itu, beberapa pihak kini tengah menjajaki teknologi AI dan radar untuk melacak pergerakan burung.