Selasa 28 Sep 2010 06:08 WIB

DPR Ragukan Validitas Kinerja Daerah Versi Kemdagri

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sejumlah anggota Komisi II DPR mempertanyakan hasil evaluasi kinerja penyelenggaran pemerintahan daerah (EKPPD) yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri).

Pertanyaan sejumlah anggota Komisi II ini dilontarkan dalam rapat kerja Komisi II dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, di Jakarta, Senin, dengan agenda membahas hasil evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Rusli Ridwan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berpendapat hasil EKPPD pada 2010 terhadap 474 daerah otonom berdasarkan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) 2008 yang disampaikan Mendagri, tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Ia mencontohkan hasil kajian dari salah satu universitas yang menunjukkan pejabat pemerintah daerah itu paling korup. Ia juga mengutip laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukkan dari 130 daerah, 87 daerah diantaranya mendapat penilaian buruk.

Kondisi tersebut, katanya, justru tidak tercermin dari hasil evaluasi kinerja yang menunjukkan sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota memperoleh peringkat tinggi, yang artinya kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah mayoritas bagus. "Hasil yang disampaikan Mendagri ini justru tidak berbanding lurus dengan kondisi di lapangan, ini bagaimana," tanyanya.

Mendagri saat memaparkan hasil evaluasi dihadapan Komisi II DPR menyebutkan hasil evaluasi dan peringkat kinerja 474 daerah pada tahun 2010 berdasarkan LPPD 2008 menunjukkan provinsi yang mendapat nilai sangat tinggi sebanyak tiga provinsi, sebanyak 25 provinsi mendapat nilai tinggi, dan sebanyak 5 provinsi mendapat nilai sedang.

Kemudian untuk kabupaten, hasil evaluasi menunjukkan tidak ada kabupaten yang mendapat penilaian sangat tinggi. Sebagian besar memperoleh penilaian tinggi yakni sebanyak 242 kabupaten, sedangkan sisanya, 94 kabupaten mendapat nilai sedang, 15 kabupaten mendapat nilai rendah, dan tiga kabupaten tidak diberi nilai.

Untuk kota, hasil evaluasi menunjukkan tidak ada kota yang mendapat penilaian sangat tinggi, 71 kota mendapat nilai tinggi, 10 kota mendapat nilai sedang, dan 6 kota mendapat nilai rendah. Arif Wibowo dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga mempertanyakan validitas dan obyektifitas hasil penilaian tersebut karena dasar yang digunakan adalah LPPD.

Menurut dia, LPPD yang dibuat kepala daerah sangat subyektif sehingga akan mempengaruhi EKPPD yang dilakukan Kemdagri. "Saya meragukan data itu karena EKPPD ini mendasarkan pada LPPD yang menurut saya pembuatannya sangat subyektif," ujarnya. Ia kemudian mempertanyakan sejauh mana Kemdagri dan tim evaluasi telah memastikan LPPD yang disampaikan tersebut sesuai dengan kondisi di lapangan.

Menanggapi pertanyaan dari sejumlah anggota Komisi II ini, Mendagri Gamawan Fauzi menegaskan evaluasi ini telah dilaksanakan secara komprehensif. Evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah ini dilakukan secara menyeluruh dengan banyak indikator, bukan pada bagian tertentu saja. Untuk itu, ujarnya, belum tentu hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah ini sejajar atau sama dengan hasil evaluasi yang hanya ditujukan untuk satu sektor khusus saja.

"Baik pemerintahannya, belum tentu juga LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Kalau soal pidana (korupsi) itu soal lain lagi," katanya. Kasus korupsi di daerah, katanya, merupakan kasus yang melibatkan individu tertentu. Sedangkan EKPPD adalah evaluasi terhadap sistem yang menyeluruh dengan banyak indikator.

Metodologi EKPPD menggunakan sistem pengukuran kinerja daerah dengan indikator kinerja kunci, teknik pengukuran data, analisis pembobotan dan intepretasi kinerja pemerintahan daerah pada masing-masing indikator, dan membandingkan antarsatu daerah dengan daerah lain.

Sementara itu, evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Evaluasi ini meliputi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD), kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah (EKPOD), dan evaluasi daerah otonom baru (EDOB).

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement