Selasa 28 Sep 2010 00:20 WIB

LSM Desak DPR Segera Bahas RUU PRT

Rep: Prima Restri/ Red: Endro Yuwanto
Demo menuntut perlindungan PRT
Foto: M Syakir/Republika
Demo menuntut perlindungan PRT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kekerasan terhadap pembantu rumah tangga (PRT) terus terjadi hingga kini. Kasus terakhir terjadi tidak jauh dari ibukota negara, yakni di Bekasi.

Korban itu kakak beradik yang tidak digaji selama tiga tahun mereka bekerja.''Kami mendesak pembahasan Rancangan Undang-undang PRT segera dilakukan,'' tutur Koordinator Jaringan Nasional Advokasi PRT, Lita Anggraini kepada Republika, Senin (27/9).

Lita memaparkan saat ini pembahasan RUU PRT jalan di tempat.''Sepertinya DPR hanya menunggu jumlah kasus yang menimpa PRT saja,'' kata dia.

Apa yang terjadi pada RUU PRT ini, menurut Lita, karena tidak ada upaya preventif atau pencegahan terjadinya kasus kekerasan. Karena itu, pembahasan RUU PRT yang kemudian disahkan menjadi UU PRT nantinya bisa mencegah kasus-kasus kekerasan yang terus terjadi hingga kini.

''Ini sebuah keprihatinan karena RUU PRT tidak segera dibahas. Kekerasan yang terjadi ini harus dihentikan,'' tegas Lita. ''Kasus kekerasan terhadap PRT ini yang terungkap hanya beberapa. Masih banyak kasus lagi yang belum terungkap terkait kekerasan terhadap PRT.''

Sebelumnya Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, memaparkan hal yang sama. Ia menuturkan apa yang menimpa PRT Indonesia di luar negeri juga menimpa PRT di Indonesia. Diambangkannya pembahasan RUU PRT, menurut dia, cukup mengecewakan. Pasalnya negara penempatan TKI akan mempertanyakan UU tentang PRT di Indonesia jika mereka dituntut untuk menyusun UU tentang TKI PRT.

''Kalau di Indonesia belum ada UU tentang PRT akan sulit mendesak negara penempatan menyusun UU TKI PRT,'' tutur dia.

Sementara, sebagian besar TKI Indonesia berada di sektor domestik bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Migrant Care mencatat hapir 90 persen TKI adalah PR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement