REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Polri melaporkan, selama terjadi aksi terorisme di Indonesia terhitung sejak 2000 hingga 2010, sebanyak 298 orang meninggal dunia. Selain itu, sekitar 838 orang mengalami luka berat, ringan, hingga cacat.
Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri mengatakan, ratusan korban tewas dan luka-luka itu merupakan korban serangkaian aksi terorisme yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Kapolri menyebutkan, aksi terorisme itu dimulai pada 2000 yakni peristiwa bom malam Natal di 11 kota. Terjadi ledakan di beberapa gereja. Kemudian bom Bali I pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang termasuk warga negara asing.
Aksi berikutnya pada 5 Agustus 2003, terjadi bom di JW Marriott dengan korban tewas 12 orang. Belum lagi kerugian material dan kepercayaan investasi yang menurun. Kemudian disusul bom Bali II pada 1 Oktober 2005, tepatnya di Jimbaran dengan aksi tiga bom bunuh diri. Selanjutnya aksi 17 Juli 2009 di JW Marriott dan Ritz Carlton.
"Kalau kita coba lihat ke belakang dari semua kejadian, total dari semua kejadian tadi yang meninggal dunia 298 orang dan 838 warga masyarakat baik dari luar dan dalam negeri yang luka berat dan cacat tetap," sebut Kapolri.
Kapolri memastikan bahwa jaringan teroris yang beraksi sejak 2000 hingga tahun ini tidak terlepas dari jaringan internasional. Susunan organisasi teroris itu menggambarkan jelas hubungan jejaring.
"Mantiki (pimpinan wilayah) satu ada di Singapura dan Malaysia. Mantiki dua di Indonesia, Mantiki tiga di Mindanau. Mantiki keempat di Australia sampai dengan pihak-pihak di Aceh dan Tapanuli. Bisa juga ditelusuri mulai dari Khalid Sheik Muhammad (Al Qaeda), hingga ke Hambali," beber Kapolri.
Menurut Kapolri, struktur organisasi itu tergambar jelas memperlihatkan jaringan internasional sangat berkaitan dengan aksi di Indonesia. Orang-orang yang masuk dalam struktur organisasi itu kerap berkoordinasi dan berintegrasi.