REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Mahkamah Konstitusi (Mk), Mahfud MD, menegaskan bahwa Jaksa Agung harus berhenti sejak keluarnya keputusan MK terhadap UU No 16/2004 tentang Kejaksaan. Kewenagan Jaksa Agung untuk sementara bisa diambil alih oleh Wakil Jaksa Agung.
"Harus berhenti sejak pukul 14.35 tadi," kata Mahfud saat ditemui wartawan sesaat setelah memimpin sidang uji materi UU Kejaksaan itu, Rabu (22/09). Jaksa Agung yang menjabat saat ini tidak boleh membuat keputusan karena jabatan dianggap tidak sah.
Seperti yang diketahui, dalam putusannya MK menetapkan Pasal 22 ayat (1) huruf d UU tersebut dinyatakan konstitusional bersyarat. Pasal tersebut dinyatakan konstitusional asalkan dimaknai 'masa jabatan Jaksa Agung itu berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan'.
Mahfud berharap dengan keputusan tersebut dapat menghentikan kontroversi tentang legalitas Jaksa Agung yang mencuat sejak uji materi UU Kejaksaan berlangsung. "Dulu Jaksa Agung (jabatannya) itu tidak jelas kelaminnya. Kami beri kelamin sampai ada legislatif review," ujarnya. Sejak keputusan itu dibacakan, Jaksa Agung bisa dianggap demisioner dan kewenangannya bisa dijalankan oleh Wakil Jaksa Agung.
Kemudian terkait kasus hukum yang menjerat pemohon (Yusril Ihza Mahendra), Mahfud menegaskan bahwa penyidikan masih tetap berjalan. "Tidak ada masalah legalitas di situ," katanya. MK tidak bisa menghentikan sebuah proses penyidikan. Karena MK memutuskan sesuatu yang abstrak yaitu norma dari sebuah UU. Sedangkan penyidikan itu bersifat konkret.
Menanggapi keputusan tersebut, Yusril Ihza Mahendra yang menggelar jumpa pers seusai sidang menyatakan bahwa pendapatnya tentang jabatan Jaksa Agung dibenarkan oleh MK. "Ternyata pendapat saya bahwa jabatan Jaksa Agung itu dibatasi seusai jabatan kabinet itu dibenarkan MK," katanya.
Oleh karena itu, menurut Yusril, mulai hari ini, Rabu, (22/09), Hendarman Supandji sudah tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan apapun. "Hendarman tidak lagi sah. Tidak bisa melakukan tindakan atas nama jabatannya," tegasnya.
Putusan MK ini harusnya bisa menjadi pembelajaran bagi semua warga negara Indonesia dan juga presiden yang mengangkat Jaksa Agung. "Ini sumbangan saya pada pemikiran hukum," kata Yusril.
Sementara itu, Staf Ahli Presiden bidang Hukum, Denny Indrayana, memiliki penafsiran berbeda dengan Ketua MK. Dia justru menyatakan bahwa dalam putusan MK tidak ada masalah legalitas dalam jabatan Jaksa Agung. "Apa yang dilakukan Jaksa Agung masih tetap sah," katanya seusai mengikuti sidang.
Sehingga menurut Denny, setelah putusan MK itu tidak benar jika posisi Jaksa Agung yang saat ini ilegal. "Tidak ada satu kalimat pun menyatakan ilegal," jelasnya.