REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mantan Wakapolri Makbul Padmanegara kembali disebut-sebut dalam persidangan kasus suap terhadap penyidik Polri, Kompol Arafat Enanie. Arafat mengatakan, saat pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Makbul pernah menanyakan blokir terhadap rekening mencurigakan milik Gayus.
Menurut Arafat, semula kasus Gayus ini tak begitu mendapat perhatian dari petinggi Mabes Polri. Namun lain jadinya saat rekening mencurigakan milik Gayus sebesar Rp 28 miliar di blokir.
"Kanit saya (Kombespol Pambudi Pamungkas, Kanit III Direktur II Kriminal Khusus Mabes Polri) pernah ditelepon sespri (Asisten Pribadi)-nya Wakapolri waktu itu (Makbul Padmanegara), kenapa itu diblokir," kata Arafat di persidangan, Jumat (3/9).
Arafat juga mengatakan bahwa ia sempat dipanggil Kabareskrim Mabes Polri, Komjenpol Susno Duadji terkait pemblokiran ini. Ia mengaku selepas itu mulai terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam penanganan kasus Gayus. Di antaranya adalah penyuapan untuk pencabutan blokir.
Arafat dalam sidang membantah bahwa dia menerima dana dari Gayus maupun Haposan dalam perkara penggelapan pajak. Ia malah bersaksi bahwa sejumlah atasannya yang menerima.
Di antaranya adalah Kanit III, Kombes Pambudi Pamungkas, ketua tim penyidik kasus Gayus Tambunan. Kata Arafat, Pambudi pernah diberi 50 ribu dolar AS oleh pengacara Gayus, Haposan Hutagalung. Namun, lanjut Arafat, Pambudi tak puas dan meminta tambahan 50 ribu dolar AS. "Jadi kalau ditotal sekitar Rp 1 miliar yang diterima Pambudi. Saya lihat sendiri di depan mata," cetusnya.
Arafat juga mengatakan dari uang sebanyak itu, ia tak ikut menerima sama sekali. "Pambudi sudah terkenal. Kalau sudah ditangan beliau, (uang) tidak turun ke bawah," jelasnya.
Sebelum Pambudi, perkara Gayus ini ditangani oleh Kanit VI, Kombes Eko Budi Sampurno. Kata Arafat, Eko pernah ditawari juga oleh Haposan, namun menolak.
Menurut Arafat, Eko menolak karena salah paham mengira 50 ribu dolar AS yang hendak diberikan Haposan hanya Rp 50 juta. Menanggapi ini, kata dia, Haposan kemudian berniat menyerahkan jatah Eko Budi ke Direktur II Brigjen Raja Erisman. "Nanti punyanya Pak Eko saya sampaikan ke Pak Direktur, waktu itu Raja Erisman. Tapi saya tidak lihat langsung pemberiannya," tandasnya.