REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Agung (MA) memilih tidak melihat secara langsung kondisi kesehatan mantan bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Rais Hasan, saat akan menyusun pertimbangan grasi. Hakim Agung hanya mendasarkan pertimbangan pada rekam medis yang diberikan dokter. "Kami percaya keterangan dokter," ujar Ketua MA, Harifin Tumpa di ruang kerjanya, Jumat (20/08).
Menurutnya, dalam permohonan grasi Syaukani sudah dilampirkan foto kondisi terpidana korupsi yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Foto tersebut diambil pada tahun 2009 silam. Selain foto, ikut dilampirkan pula rekam medis dari tim dokter RS Pertamina. "Kalau hakim kesana (melihat kondisi Syaukani) untuk apa, tidak ada gunanya," kata Harifin.
Hakim Agung yang diperintahkan untuk menganalisasi permohonan grasi Syaukani juga tidak mengerti tentang masalah medis. Seperti yang diketahui, oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syaukani divonis 2 tahun 6 bulan penjara, pada tahun 2007 lalu. Keputusan itu diperkuat di tingkat Pengadilan Tinggi.
Tapi justru ditambah menjadi 6 tahun ditingkat kasasi di MA, dan diperkuat ditingkat PK (peninjauan kembali). Tetapi karena melihat kondisi kesehatan yang diperkirakan membuat Syaukani tidak bisa hidup normal lagi, maka MA menyarankan hukuman hanya 3 tahun saja dalam pertimbangan grasinya.
Saat ini, Syaukani telah bebas. Oleh tim dokter, Syaukani dinyatakan memiliki potensi sangat besar menderita stroke permanen. Beberapa penyakit dalam juga mendera terpidana korupsi itu.
Syaukani Rais Hasan, merupakan terpidana empat kasus korupsi sekaligus. Pertama, kasus korupsi dana perimbangan yang dibagikan dalam bentuk uang perangsang. Kerugian negara dari kasus itu sekitar RP 93 miliar. Kedua, kasus korupsi dana pembebasan lahan untuk pembangunan bandara Kutai Kertanegara dengan dugaan kerugian Rp 15,25 miliar.
Ketiga, kasus korupsi dana proyek studi kelayakan bandara dengan kerugian negara sekitar Rp 4,04 miliar. Keempat, kasus korupsi dana bantuan sosial dengan kerugian sekitar Rp 7,75 miliar.