REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat Politik, Ray Rangkuti, mempertanyakan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemilukada. Kewenangan MK dinilai tanpa batas.
"Sejauh mana MK itu diberi kewenangan? Tampaknya dirumuskan sendiri (kewenangan), tidak ada batasnya," ujar Ray dalam sebuah diskusi di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kamis (05/08).
Menurut Ray, dengan kewenangan yang dimiliki MK saat ini, justru akan muncul ketidakpastian hukum. Terkait pemilukada, Ray menilai MK terlalu terbuka. Sehingga memperbesar peluang masuknya berbagai macam model sengketa pemilukada. Hal ini menyebabkan adanya dinamika putusan di MK.
Pada awalnya, MK hanya memutuskan soal selisih hasil suara. Lalu ditambahkan dangan unsur politik uang. Hasilnya, saat ini MK justru menyidangkan proses pelaksanaan pemilukada. "Seluruhnya bisa disengketakan asalkan terbukti," kata Ray.
Kemudian dari sisi pemberian sanksi, pada awalnya putusan paling akhir biasanya hanya diminta melakukan pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang. Tapi sekarang meningkat menjadi mendisklualifiaksi pasangan calon.
Bersamaan dengan penambahan kewenangan tersebut, MK juga dianggap menjadi kurang teliti. Dalam beberapa kasus yang diamati oleh Ray, seperti dalam persidangan perkara sengketa Pemilukada Kabupaten Ketapang, pernyataan yang tidak pernah terlontar dari saksi justru menjadi dasar untuk membuat keputusan. "Ketika itu MK beralasan salah ketik," katanya.
Sementara itu, menurut Kordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jeirry Sumampow, keputusan kontoversial dari MK justru dikhawatirkan memberikan dampak yang kurang baik di daerah. Dia mencontohkan tentang keputusan MK terhadap Pemilukada Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, yang mendiskualifikasi salah satu pasangan calon. Keputusan seperti ini belum pernah dibuat sebelumnya, dan dianggap diluar kewenangan MK.
Ketika keputusan tersebut tidak bisa diterima oleh masyarakat daerah tersebut, polemik pun terjadi. Dari pengamatan Jeirry, saat ini KPU belum memberikan keputusan terkait tindak lanjut putusan tersebut. Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh DPRD Kotawaringain Barat. Menteri Dalam Negeri juga belum akan bertindak sebelum KPU mengeluarkan keputusannya. "Proses k edepan akan menimbulkan kekacauan dan konflik," katanya. Sebab, keputusan yang sudah final dan mengikat itu tidak ada yang menaatinya.